WahanaNews.co | Masih ingatkah Anda dengan ledakan
dahsyat di pelabuhan Beirut, Lebanon, pada Agustus tahun lalu?
Menurut
perhitungan peneliti, ledakan Beirut memiliki energi setara 200-500 ton TNT
atau puluhan kali lebih kuat dari bom atom yang menghancurkan Hiroshima.
Baca Juga:
Pemadaman Listrik di Sukarame Baru Labura: Warga Resah Akibat Ledakan Travo
Alhasil,
ledakan tersebut menghancurkan kota, merusak gedung, menewaskan lebih dari 100
orang, melukai ribuan lainnya, dan --yang baru ditemukan-- mengguncang lapisan-lapisan atas atmosfer Bumi.
Dilansir
dari Science Alert, Jumat (19/3/2021), para
peneliti dari Institusi Teknologi Nasional India dan Universitas Hokkaido di
Jepang mengukur gangguan elektrik akibat ledakan Beirut di ionosfer, bagian
atas atmosfer Bumi yang terionisasi oleh radiasi Matahari.
Mereka
melakukan hal ini dengan memanfaatkan variasi fase pada transmisi gelombang
mikro yang dikirimkan oleh Global
Navigation Satellite System pada hari letusan.
Baca Juga:
Ledakan Gudang Amunisi di Ciangsana, 31 Rumah Warga Rusak
Para
peneliti lantas memperhitungkan perubahan distribusi elektron di ionosfer yang
menandakan adanya gelombang akustik melewati gas ionosfer.
Teknik
ini sebetulnya telah digunakan sejakjaringan satelit kali pertama
diluncurkan pada 1990-an.
Ia
digunakan untuk mengukur guncangan yang melewati lapisan-lapisan atas atmosfer,
mulai dari letusan gunung berapi hingga uji coba nuklir.
Namun,
penggunaan metoda ini untuk mengukur dampak ledakan Beirut bukan tanpa
hambatan.
Dikarenakan
ledakan tersebut terjadi pada sore hari menjelang matahari terbenam, ada
kemungkinan abnormalitas ionosfer yang disebut gelembung plasma ekuator dapat
menutupi sinyal.
Untungnya,
pada saat ledakan Beirut terjadi, tidak terdeteksi adanya gelembung,
sehingga para peneliti bisa mendapatkan hasil yang baik.
Diungkapkan
oleh Kosuke Heki dari Universitas Hokkaido, gelombang akibat ledakan bergerak
di ionosfer menuju arah selatan dengan kecepatan sekitar 0,8 kilometer per
detik.
Gelombang
yang dihasilkan ledakan Beirut bahkan bisa dibandingkan dengan beberapa letusan
gunung berapi di Jepang, dan ditemukan lebih berdampak pada ionosfer
dibandingkan letusan Gunung Berapi Asama pada 2004.
Tim
peneliti berkata, selain memberikan pengetahuan baru tentang ledakan dahsyat
tersebut, data yang mereka temukan bisa menjadi petunjuk untuk mengawasi uji
coba senjata di negara-negara berbahaya.
Pasalnya,
dengan membangun database tanda akustik yang bisa dideteksi oleh GNSN, para
ahli dan pemerintah dunia akan bisa mengetahui penyebab ledakan hanya dari dampaknya
terhadap ionosfer.
Hasil
penelitian ini telah dipublikasikan dalam Scientific
Report. [qnt]