Namun,
penggunaan metoda ini untuk mengukur dampak ledakan Beirut bukan tanpa
hambatan.
Dikarenakan
ledakan tersebut terjadi pada sore hari menjelang matahari terbenam, ada
kemungkinan abnormalitas ionosfer yang disebut gelembung plasma ekuator dapat
menutupi sinyal.
Baca Juga:
Pemadaman Listrik di Sukarame Baru Labura: Warga Resah Akibat Ledakan Travo
Untungnya,
pada saat ledakan Beirut terjadi, tidak terdeteksi adanya gelembung,
sehingga para peneliti bisa mendapatkan hasil yang baik.
Diungkapkan
oleh Kosuke Heki dari Universitas Hokkaido, gelombang akibat ledakan bergerak
di ionosfer menuju arah selatan dengan kecepatan sekitar 0,8 kilometer per
detik.
Gelombang
yang dihasilkan ledakan Beirut bahkan bisa dibandingkan dengan beberapa letusan
gunung berapi di Jepang, dan ditemukan lebih berdampak pada ionosfer
dibandingkan letusan Gunung Berapi Asama pada 2004.
Baca Juga:
Ledakan Gudang Amunisi di Ciangsana, 31 Rumah Warga Rusak
Tim
peneliti berkata, selain memberikan pengetahuan baru tentang ledakan dahsyat
tersebut, data yang mereka temukan bisa menjadi petunjuk untuk mengawasi uji
coba senjata di negara-negara berbahaya.
Pasalnya,
dengan membangun database tanda akustik yang bisa dideteksi oleh GNSN, para
ahli dan pemerintah dunia akan bisa mengetahui penyebab ledakan hanya dari dampaknya
terhadap ionosfer.
Hasil
penelitian ini telah dipublikasikan dalam Scientific
Report. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.