WahanaNews.co | Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD Disentil Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon.
Fadli Zon meminta Mahfud MD tidak membelokkan sejarah seputar Serangan Umum 1 Maret 1949.
Baca Juga:
Pernah Diabaikan Fadli Zon, Komeng Usulkan Hari Komedi Nasional jika Jadi Anggota DPD
Permintaan itu disampaikan Fadli merespons Mahfud yang menyebut Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman sebagai penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949.
Fadli mengatakan Sukarno dan Hatta masih ditawan di Menumbing, Kepulauan Bangka Belitung saat Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi. Menurutnya, pemerintahan kala itu berada di bawah pimpinan Pemerintahan Darurat RI yang diketuai Sjafroeddin Prawiranegara.
"Keliru P @mohmahfudmd. Dlm Serangan Umum 1 Maret 1949, Soekarno dan Hatta masih dlm tawanan di Menumbing. Pemerintahan dipimpin PDRI (Pemerintah Darurat RI) dibawah Sjafroeddin Prawiranegara. Tak ada gagasan dari Soekarno n Hatta dlm peristiwa ini. Jangan belokkan sejarah!," ucap Fadli lewat akun Twitter miliknya, @fadlizon, Kamis (3/3).
Baca Juga:
Soal Gibran Jadi Capres Prabowo, Fadli Zon Bicara tentanh 'Garis Tangan'
Dalam cuitan sebelumnya, Fadli sempat mengungkapkan bahwa Presiden kedua RI, Soeharto, merupakan orang kepercayaan Soedirman yang memiliki peran sangat besar dan vital dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Menurutnya, banyak orang lupa tentang kepemimpinan Sjafroeddin ketika itu.
"Yg org lupa, waktu itu negara di tangan Pemerintah Darurat RI (PDRI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara dg ibukota di Bukittinggi. Ini strategi tunjukkan pd dunia RI masih ada," cuit Waketum DPP Partai Gerindra itu.
Perdebatan terkait Serangan Umum 1 Maret 1949 muncul usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tak mencantumkan nama Soeharto.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya menyindir keppres tersebut karena tak mencantumkan nama Soeharto sebagai sosok yang berperan dalam peristiwa itu.
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Priyo Budi Santoso meminta semua pihak agar jangan sekali-kali menghilangkan sejarah. Selain Jenderal Soedirman dan Sri Sultan Hamengku Buwono, ada nama Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Merespons, Mahfud mengatakan keppres itu bukan buku sejarah, sehingga harus mencantumkan nama pihak-pihak yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Namun, ia memastikan nama Soeharto tetap ada dalam sejarah peristiwa tersebut.
"Ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial terjadinya peristiwa, yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah, kalau buku sejarah tentu akan sebutkan nama orang yang banyak," kata Mahfud dalam keterangan video, Kamis (3/3).
Mahfud menjelaskan, dalam Keppres itu hanya menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman.
Menurutnya, nama Soeharto dan tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam sejarah itu memang tidak dicantumkan. Ia mengatakan, hal ini serupa dengan teks Proklamasi Kemerdekaan yang ditandatangani Sukarno-Hatta.
"Sama dengan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, itu yang mendirikan negara banyak. Kalau bicara BPUPKI itu jumlahnya 64 orang, 60 anggota, ada ketua, wakil ketua, dan sebagainya, tapi hanya disebut dua orang proklamasi, yaitu Sukarno dan Hatta.
"Kalau disebut semua namanya sejarah. Kalau misalnya dalam Serangan Umum 1 Maret disebut semua tanggal sekian, persiapan dari sini lalu ada pesawat lewat, belok kiri, kanan, itu sejarah," tuturnya menambahkan. [bay]