WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto melalui Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) memutuskan hanya akan memasukkan dua dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui negara dalam proyek penulisan sejarah ulang RI.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon beralasan keputusan itu ditetapkan karena proyek tersebut bukan untuk menulis sejarah HAM. Menurut Fadli, proyek penulisan ulang sejarah memuat keseluruhan sejarah Indonesia.
Baca Juga:
Fadli Zon: Revisi Sejarah RI Habiskan Rp9 Miliar
"Ini bukan menulis tentang sejarah HAM, ini sejarah nasional Indonesia yang aspeknya begitu banyak dari mulai prasejarah atau sejarah awal hingga sejarah keseluruhan," kata Fadli usai menghadiri soft launching Sumitro Institute di Taman Sriwedari Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6).
Menurut Fadli, publik tak perlu khawatir proyek penulisan ulang sejarah akan mengabaikan sejarah yang tertulis dalam sumber atau buku lain.
Namun, dia menegaskan proyek penulisan sejarah RI akan membuat narasi yang lebih positif. Bukan untuk mencari kesalahan pada setiap era.
Baca Juga:
Fadli Zon Sebut Indonesia Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun, Sejarah Bakal Ditulis Ulang
"Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan mudah pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," kata dia yang juga politikus Gerindra itu.
Fadli menyebut proyek penulisan ulang sejarah akan membuat narasi Indonesia-sentris dan menghilangkan bias kolonial. Sehingga, sejarah nasional bisa relevan dengan generasi muda.
"Terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional kita dan tentu saja juga untuk menjadikan sejarah itu semakin relevan bagi generasi muda," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.