WahanaNews.co | Museum
di Maryland, AS, kedatangan hewan baru berupa kepiting biru Chesapeake. Satwa
ini punya keistimewaan dibanding rekan sejenisnya. Dia memiliki kelamin
setengah jantan dan setengah betina.
Baca Juga:
Korban Hanyut Sahril Handoko Di Lau Seridi Sudah Ditemukan
Kondisi yang dialami krustasea itu dinamakan bilateral
gynandromorphy. Kepiting dengan kondisi super langka tersebut terakhir
dilaporkan muncul di pesisir timur AS sekitar 15 tahun lalu.
Hewan laut ini memiliki capit berujung biru dan merah dan
perut bagian bawahnya terbelah tepat di tengah. Biasanya, kepiting jantan
memiliki ujung capit berwarna biru dan perut bagian bawah berbentuk huruf T,
sedangkan sang betina memiliki ujung capit berwarna merah dan perut bagian
bawahnya lebih lebar.
Adalah Jerry Smith pertama kali menemukannya. Smith sendiri
adalah seorang nelayan pemburu kepiting selama lebih dari empat dekade.
Baca Juga:
Keluarga Siapa Ini? Ditemukan Tewas di Belakang Kantor Disporasu
Ketika menemukan kepiting bernama latin Callinectes sapidus
dengan kondisi setengah jantan dan setengah betina, ia tak langsung simpan atau
buang. Tapi menghibahkannya ke Delmarva Discovery Museum di Maryland, AS.
"Capit jantan jauh lebih biru dan capit betina kurang
biru dan ujungnya merah," kata September Meagher, pakar hewan di Delmarva
Discovery Museum, seperti dikutip DailyMail. "Capit kepiting kami tidak
menunjukkan hal ini secara jelas, tetapi kami semakin memperhatikannya setiap
hari saat ia menetap di habitat barunya dan menerima makanan yang kaya
nutrisi."
Bilateral gynandromorphy biasanya muncul di awal
perkembangan organisme, ketika baru 8 hingga 64 sel yang terbentuk. Meagher
menyebut kondisi ini sebagai bentuk kelainan seluler yang terjadi saat kepiting
masih dalam bentuk telur.
Pada titik tertentu, sel tidak membelah kromosom kelamin
secara khusus, mengarah pada distribusi karakteristik seksual yang tak beragam,
mulai dari pewarnaan hingga organ reproduksinya.
Bilateral gynandromorphy tercatat pernah dialami oleh
lobster, kepiting, ular, kupu-kupu, lebah, ayam, dan unggas lainnya. Hal ini
berpotensi dipengaruhi oleh suhu air atau kadar hormon di dalam rahim sang
induk.
Para ahli biologi kelautan di Virginia Institute of Marine
Science (VIMS), menurut Meagher, tengah meneliti kondisi genetik langka ini
untuk lebih memahami pembiakan dan perkembangan seksual pada kepiting C.
sapidus. [qnt]