WahanaNews.co |
Selama setahun terakhir ini, khususnya di masa pandemi,
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengklaim telah menemukan
ribuan konten misinformasi dan hoaks yang bertebaran di internet.
Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur
Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan,
dalam acara daring bertajuk Safer with
Google, Rabu (30/6/2021).
Baca Juga:
Buntut Judi Online, OJK Blokir 5.000 Rekening
"Misinformasi dan hoaks itu sengat
meresahkan. Apalagi di awal-awal pandemi itu masyarakat benar-benar
dibingungkan, ya. Nah, ini kita tangani dengan tiga layer penanganan, yaitu di upstream,
middlestream, dan downstream," kata pria yang akrab
disapa Semmy itu.
Ia menjelaskan, di layer pertama, upstream,
Kominfo berupaya melakukan literasi digital.
Ini dilakukan untuk mencerdaskan masyarakat,
khususnya cerdas dalam membaca informasi.
Baca Juga:
Berantas Judi Online Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Lintas Lembaga
"Ini kita ajari supaya mereka lebih cerdas
dan selalu mencari sumber yang bisa dipercaya," imbuh Semmy.
Ia mengatakan, pada penanganan di layer upstream ini, Kominfo juga
menggandeng berbagai stakeholders
untuk bersama-sama memerangi misinformasi, dengan literasi digital.
Salah satu yang ikut berpartisipasi ialah Google.
"Menghadapi misinformasi benar-benar harus
berkolaborasi dengan banyak stakeholders.
Karena, menanganinya nggak bisa
sendirian," kata Semmy.
Director Goverment Affairs Google Indonesia,
Putri Alam, membenarkan hal tersebut.
Putri mengatakan, Google bekerja sama dengan Kominfo, Maarif Institute, dan Mafindo,
berupaya memerangi misinformasi di ruang kelas, yakni dengan meluncurkan
program bernama "Tular Nalar".
"Program ini menargetkan 26.000 pengajar
agar bisa memerangi misinformasi di ruang kelas. Saat ini, program ini sudah hadir
di 160 kota di Indonesia," kata Putri, dalam acara yang sama.
Setelah literasi digital di bagian upstream, Kominfo mulai melakukan
patroli konten-konten informasi di internet di layer kedua, middlestream.
Tujuannya agar mempermudah untuk membasmi
misinformasi.
"Bila kami menemukan misinformasi, kami
lapor ke platform, dan misalnya minta
"tolong dong ini di-take down" atau
"tolong dong ini faktanya dimunculkan"," kata Semmy.
Terakhir, di layer downstream, penanganan misinformasi sudah melibatkan
kepolisian sebagai penegak hukum.
"Ini dilakukan apabila konten sudah
benar-benar melanggar atau ada niatan untuk memang mengacaukan. itu pastinya
akan diambil tindakan hukum," tutur dia.
Namun, Semmy mengatakan, layer penanganan yang paling bagus ialah di layer upstream, yaitu dengan literasi digital.
Menurut dia, kalau masyarakatnya sudah
terliterasi, maka tidak ada lagi tempat untuk konten misinformasi.
"Kalau misinformasi tidak dibuka, tidak
dibaca oleh masyarakat, kan tidak ada
ruang buat mereka," pungkasnya.
Ia juga mengatakan, program literasi digital
ini akan terus berjalan, seiring dengan perkembangan teknologi yang tak ada
habisnya.
"Diharapkan dengan adanya upaya-upaya ini,
ruang digital kita semakin aman dan bisa bermanfaat bagi masyarakat. Dan semua
ornag bisa merasakan asas manfaat dari transformasi digital," kata Semmy.
[qnt]