WahanaNews.co | Seseorang
dipanggil Habib atau Gus harus memenuhi syarat tertentu. Tidak sembarang muslim
bisa dipanggil Habib atau Gus. Ada gelar yang pada hakikatnya tidak bisa
disandangkan begitu saja kepada seseorang. Mereka yang diberi gelar semestinya
harus melalui proses-proses pembuktian yang wajar sehingga bisa dipanggil Habib
atau Gus. Lantas, apa beda Habib dan Gus? Berikut penjelasan singkatnya.
Baca Juga:
Pria Pembuat Situs Palsu Rabithah Alawiyah, Iming-iming Sertifikat Habib Diringkus Polisi
Habib
Menyadur Hops.id -- jaringan Suara.com, Quraish Shihab
mengatakan bahwa habib adalah gelar yang sangat terhormat. Gelar ini semestinya
tidak disandangkan kepada sembarang orang. Ada tiga kategori seseorang bisa
dipanggil atau diberi gelar habib atau kyai. Tiga kategori itu ialah:
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Tak Hadiri Munajat Kubro 212 di Monas
1.
Orang itu memiliki pengetahuan agama mendalam
2.
Orang itu dapat mengamalkan ilmu yang dimiliki
3.
Orang tersebut dapat mengabdi secara tulus di
tengah-tengah masyarakat.
Implementasinya kurang lebih begini, seseorang yang sudah
bergelar habib atau kyai ialah orang-orang yang dapat menjawab pertanyaan lalu
memberikan solusi. Karena ulama menurut Al-quran merupakan pewaris nabi.
Artinya orang-orang tersebut mampu memberikan solusi atas problematika,
khususnya pada zamannya masing-masing. Maka dari itu, orang yang bergelar habib
memiliki tugas yang tidak mudah. Dirinya harus mampu mencintai dan dicintai
sesama serta dapat mengekspresikan cinta kepada lingkungannya.
Sementara itu, di kalangan Bani Alawiyyah/Sa'adah dari
Hadramaut seseorang dipanggil habib karena memiliki kriteria telah melalui
pendidikan keagamaan dan memiliki hubungan nasab dengan Nabi Muhammad SAW.
Gelar habib adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada
para keturunan Nabi Muhammad SAW dari turunan Husen yaitu putra Ali bin Abi
Thalib dan Siti Fatimah Zahra (putri Nabi Muhammad SAW). Keturunan mereka
diriwayatkan tersebar ke berbagai lokasi seperti Lembah Hadramaut, Asia
Tenggara, Afrika Timur, dan beberapa negara Arab.
Gus
Sebutan Gus sangat umum di Jawa. Gus adalah sebutan atau
gelar yang ditujukan kepada anak muda keturunan kyai di Jawa. Gus ini merupakan
anak kandung kyai. Ketika dia naik menjadi pengurus pesantren menggantikan
ayahnya, dia akan bergelar kyai. Gus yang nyandar di dirinya hilang, seperti
disadur dari NU Online.
Selain kepada anak kandung, gus juga bisa disematkan kepada
anak laki-laki mantu kyai pengasuh pesntren. Mantu kyai akan dipanggil Gus
meskipun tidak memiliki garis keturunan kyai.
Seorang gus bisa ditahbiskan jadi kiai. Pada tahap ini,
seseorang yang dipanggil gus itu bisa menerimanya bisa juga tidak, terserah
dia. Kalau lebih suka dipanggil gus, maka dia bisa tetap bergelar gus daripada
kyai meskipun sudah naik kedudukan menjadi kepala pesantren warisan ayahnya.
Analogi gelar Gus seperti gelar putra mahkota kepada
keturunan raja sebagai pewaris tahta. Si putra mahkota kelak akan berganti
gelar menjadi raja, tapi bisa juga dia menolaknya. Akan tetapi, tetap akan
dianggap sebagai putra mahkota yang sebenarnya.
Di Madura, "Gus" lebih dikenal dengan sebutan
"Lora". Karenanya, di Madura, seorang putra kyai besar akan dipanggil
Lora bukan Gus. Akan tetapi, maksud dan tujuannya sama yakni gelar yang
tersemat kepada putra keturunan kyai.
Meskipun begitu, ada juga sebuah pengecualian. Di mana
sebutan gus juga dijadikan lambang keilmuan dan akhlak sosial seseorang. Gus
menjadi tidak hanya sebagai lambang keturunan kyai, melainkan juga penguasaan
seseorang terhadap ilmu pengetahuan.
Di masyarakat, kerap terjadi penyematan "Gus"
kepada seseorang yang bukan keturunan kyai dari pesantren. Hal itu terjadi
karena anak laki-laki tersebut memiliki kecakapan ilmu pengetahuan umum dan
ilmu pengetahuan agama yang luas dan mendalam. Sehingga, secara aura, keilmuan
dan perilaku sosialnya pantas diberi gelar "Gus."
Berpandangan dari semua aspek di atas, maka beda habib dan
gus bergantung pada garis keturunan dan penguasannya terhadap ilmu agama. [qnt]