Eksperimen itu pun sukses mengilhami peneliti untuk mengeksplorasi jenis teh tersebut lebih jauh. Namun, proyek Teh Chu-hi-cha tidak terbatas pada kotoran ulat ngengat gipsi yang berpesta daun pohon ceri, meski awalnya demikian.
Tsuyoshi Maruoka sudah bereksperimen dengan sekitar 40 jenis tanaman serta 20 serangga dan larva.
Hasilnya pun sangat menggembirakan. Namun, dengan ratusan ribu tumbuhan dan serangga di seluruh dunia, kombinasinya hampir tidak ada habisnya.
Baca Juga:
Fajar/Rian Juara Kumamoto Masters 2024
Sementara itu, Maruoka mengklaim, bahwa aroma dan rasa Chu-hi-cha berubah secara dramatis, tergantung jenis tanaman dan serangga yang disilangkan.
Untuk tumbuhan mentah memiliki rasa sepat dan pahit, yang dirancang untuk mencegah hewan mengkonsumsinya.
Tapi, sejumlah serangga sudah berevolusi untuk menetralkan rasa tersebut, dengan bantuan enzim dan sistem pencernaan mereka.
Baca Juga:
Takumi Minamino Senang Namanya Sejajar dengan Legenda Jepang Shunsuke Nakamura
Kemudian dalam bentuk kotoran, tanaman yang diproses tak lagi sepat atau pahit, melainkan menjadi sangat harum. Dari mulai eksperimen, kini Tsuyoshi Maruoka memutuskan untuk membuat versi komersial.
Studi modern telah menunjukkan, bahwa minuman tersebut merupakan sumber flavonoid bioaktif yang bagus. Chu-hi-cha sendiri merupakan jenis teh komersial pertama yang terbuat dari kotoran ulat.
Bila mendengar namanya, menyeduh teh dari kotoran ulat bulu terdengar sangat menjijikan. Tapi, sebelumnya juga ada beberapa jenis kopi termahal di dunia yang diseduh dari kotoran burung dan kotoran gajah. [eta]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.