WahanaNews.co | Ada kegelisahan pada diri seniman muda yang tergabung di kelompok teater Ruang Hening terkait makin pudarnya
bahasa atau seni bertutur di masyarakat, yang kini
kian tergantikan oleh sarana komunikasi canggih di era teknologi
informasi.
Menurut para seniman yang bermarkas di Kabupaten Semarang itu,
pudarnya seni bertutur tersebut juga mengakibatkan lunturnya budaya "srawung"
yang mencerminkan kerukunan, kekerabatan,
serta jalinan sosial, emosi, dan psikologi di tengah masyarakat, yang
menyebabkan mereka mudah memberi maaf pada sesama yang khilaf.
Baca Juga:
Pendiri Teater Koma Nano Riantiarno Tutup Usia
Nah,
berangkat dari kegelisahan itu, para seniman tersebut menampilkan wayang
dongeng kancil bertajuk Kancil Gugat, sebuah
pentas seni yang memadukan wayang kulit dan teater. Pentas yang digelar di
Plesungan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah,
Kamis (15/10/2020),
ini juga melibatkan anak-anak atau seniman cilik dari Karanganyar,
Sukoharjo, Solo, Kabupaten Semarang, dan Bojonegoro.
"Cerita
ini banyak mengandung nilai-nilai moral, namun cerita kancil gugat ini mungkin
sebuah dongeng yang jarang didengar anak-anak. Dongeng kancil yang lain sering
didongengkan orang tua kepada anak-anak sebagai pengantar tidur. Dalam cerita
kancil gugat ini banyak sekali watak yang sangat buruk tetapi dalam cerita
masih terdapat pesan-pesan akhlak yang tersirat di dalamnya," kata
Prawoto Susilo, pimpinan produksi.
Menurut
dia, wayang dongeng kancil dengan lakon Kancil
Gugat yang disutradarai Ki Sutrisno itu bercerita tentang sosok kancil yang
menggugat kahanan, keadaan, atau tatanan yang dinilainya
sudah banyak berubah, keluar dari pakem, khususnya di massa pandemi Covid-19,
seperti sekarang ini. Misal, dengan diberlakukannya pembelajaran jarak jauh
atau study from home, motivasi
anak-anak untuk belajar justru turun, jika tidak mau dikatakan hilang.
Anak-anak yang mestinya harus belajar, justru ditinggal bermain.
Baca Juga:
Mengintip Fasilitas 6 Gedung Teater TIM
"Tidak
hanya itu, kancil juga menggugat negeri ini yang dinilai belum memberi keadilan
pada wong cilik," katanya.
Pentas
dongeng wayang kancil yang di-backup Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan itu digelar secara virtual,
sehingga siapa pun bisa melihat pentas itu dari mana saja secara langsung
melalui chanel yang disediakan. Meski virtual, pagelaran itu digarap
profesional dengan sound dan tata
lampu yang sangat mendukung serta animasi yang bagus sehingga enak ditonton
baik live maupun recording.
"Tujuan
kami dari pentas ini adalah supaya anak-anak mulai mencintai seni bertutur dan
budaya kita sendiri yang adiluhung," pungkasnya. [qnt]