WahanaNews.co | Pengaruh teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) terhadap dunia kerja tidak bisa diabaikan. Dalam beberapa tahun terakhir, AI telah mengubah banyak aspek dalam lingkup pekerjaan dan mempengaruhi peralihan dunia kerja secara signifikan.
Diperkirakan AI akan memicu peralihan dunia kerja secara besar-besaran, akan terdapat puluhan juta pekerjaan digantikan oleh otomasi hingga tahun 2030, namun disaat yang bersamaan akan muncul juga puluhan juta lapangan pekerjaan jenis baru yang menyediakan lapangan kerja. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KB-SPSI), Royanto Purba, dalam wawancara singkat di bilangan Jakarta Utara, Selasa (11/07/2023).
Baca Juga:
Biodata Arnod Sihite Ketua Umum Parsadaan Toga Sihite Boru Sedunia: Aktivis dan Politisi
Royanto menjelaskan bahwa fenomena perubahan tatanan dunia kerja yang terjadi dengan loncatan besar akibat perkembangan AI ini yang lebih dikenal dengan istilah disrupsi. Disrupsi yang disebabkan AI dalam dunia tenaga kerja merupakan tantangan besar bagi pengurus serikat pekerja dalam memastikan anggota pekerjanya tetap terlindungi dan memperoleh manfaat dari perkembangan teknologi yang sangat cepat ini.
Menurut Royanto sebagai pengurus serikat pekerja, penting untuk memahami dampak AI terhadap pekerjaan dan mempersiapkan diri serta anggota serikat pekerja untuk menghadapinya. Pola-pola lama yang hanya berkutat pada masalah-masalah internal sudah tidak relevan lagi, melainkan bagaimana kemampuan organisasi serikat pekerja itu bisa mengikuti perubahan yang cepat dan mampu beradaptasi dalam setiap perubahan yang terjadi.
“Pada saat mendirikan Kerah Biru, saya dan rekan-rekan pendiri memutuskan pemilihan nama Kerah Biru sebagai upaya merubah paradigma serikat Pekerja yang tidak hanya berbasis sektoral karena jika berbasis sektoral tentu akan menghadapi ancaman disrupsi yang dapat menurunkan jumlah anggota akibat berkurangnya pekerjaan-pekerjaan sektoral yang disebabkan oleh otomasi dari perkembangan teknologi AI,” ujar Royanto.
Baca Juga:
Soal Kisruh Kadin, Andi Gani Yakin Jokowi Tak Cawe-cawe
“Kita menerima semua sektor karena inti dari serikat Pekerja adalah bagaimana organisasi tersebut memiliki kemampuan untuk memberikan solusi pada perubahan yang terjadi sehingga anggotanya tetap terlindungi dan tetap memiliki kemampuan untuk diterima pasar tenaga kerja,” sambungnya.
Sebagai pengurus serikat pekerja, perlu senantiasa menyadarkan dan mensosialisakan tentang peran AI dalam dunia kerja, senantiasa memahami bagaimana AI bekerja, dan memiliki kemampuan dan keterbatasannya, serta bagaimana AI dapat mempengaruhi pekerjaan.
Serikat Pekerja harus bekerjasama dengan pengusaha dan pemerintah untuk memberikan pelatihan kepada anggota serikat pekerja dalam meningkatkan pemahaman mereka tentang AI dan memperoleh keterampilan yang relevan dalam menghadapi perubahan tersebut.
Selain itu mengidentifikasi keterampilan yang mungkin terancam oleh AI dan membantu anggota serikat pekerja untuk mengembangkan keterampilan yang relevan dalam era AI.
Royanto juga menambahkan bahwa pengurus serikat Pekerja harus mampu membangun kebijakan dalam melindungi Pekerja dari dampak negarif AI, seperti pemutusan hubungan kerja yang tidak adil, melibatkan AI dalam proses negoisasi kontrak kerja untuk memastikan hak dan perlindungan Pekerja dihormati, menetapkan kebijakan keamanan data untuk memastikan privasi dan informasi Pekerja terlindungi.
Serikat Pekerja harus mampu memberikan bimbingan karir kepada anggota serikat Pekerja dalam menghadapi perubahan akibat AI dan membantu mereka mencari peluang baru, mendorong pembagian keuntungan dari produktivitas AI pada Pekerja melalui perundingan kolektif serta memastikan bahwa penggunaan AI tidak memperkuat kesenjangan sosial dan memberik kesempatan yang setara kepada semua anggota serikat Pekerja.
“Federasi Serikat Pekerja Kerah Biru saat ini sedang giat membangun konsolidasi internal dengan membangun pengurus daerah, cabang, dan kelompok pekerja anggota (pokja), membangun kemitraan dengan ahli AI dalam rangka memperoleh wawasan dan saran dalam menghadapi perubahan dunia kerja” tandas Royanto.
Ia menambahkan bahwa Kerah Biru senantiasa mengevaluasi dampak AI secara intens terhadap pekerjaan, dan berusaha mengadopsi pendekatan proaktif anggota serikat pekerja dalam menghadapi perubahan, mengkomunikasikan issu-issu ketenagakerjaan dalam era disrupsi AI untuk meningkatkan wawasan anggota, dan membangun usaha peningkatan adaptabilitas baik melalui reskilling, upskilling ataupun newskiling sehingga perubahan dampak AI bukan menjadi momok melainkan menjadi sebuah peluang bagi tenaga kerja.
“Intinya, pengurus serikat pekerja harus meninggalkan pola-pola lama, bukan menjadikan serikat pekerja sebagai ajang promosi pribadi semata atau sebagai kendaraan politik yang terselubung,” tutur Royanto.
[Adv/Red: Amanda Zubehor]