WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kisah pilu dua pendaki muda yang ditemukan tewas di salah satu gunung di Jawa Barat kembali mengguncang publik setelah kesaksian seorang saksi mata bernama Hilya terungkap dalam podcast Denny Sumargo yang tayang pada Kamis (16/10/2025).
Tragedi ini bukan sekadar cerita biasa di jalur pendakian, melainkan insiden langka yang berujung kematian dalam keadaan yang tak lazim dan sulit dipercaya.
Baca Juga:
KPK Geram, Saksi Kunci Kasus Korupsi Kuota Haji Mangkir
Menurut keterangan Hilya, sepasang pendaki muda itu ditemukan meninggal dunia dalam posisi saling menempel erat di dalam tenda, yang oleh dunia medis disebut dengan istilah fenomena “gancet”.
Fenomena gancet atau penis captivus merupakan kondisi medis langka ketika alat kelamin pria dan wanita tidak dapat dipisahkan setelah berhubungan intim akibat kontraksi otot vagina yang tak terkendali.
Awalnya, Hilya dan rekan-rekannya mengira pasangan muda itu sedang tertidur lelap, namun setelah berulang kali dipanggil tanpa jawaban, mereka mulai curiga dan memutuskan membuka tenda.
Baca Juga:
Polemik Air Sumur Bor Aqua, YLKI: Konsumen Berhak Dapat Informasi Jujur
“Gue kaget banget. Si cowok di bawah, ceweknya di atas, enggak pakai baju. Badannya sudah menghitam keunguan, matanya terbuka, urat matanya keluar, dan tubuh mereka kaku,” ujar Hilya dalam podcast tersebut.
Peristiwa itu terjadi pada 2019 dan sempat membuat geger para pendaki serta relawan gunung.
Saat dievakuasi ke rumah sakit, tim medis mendapati bahwa alat kelamin keduanya benar-benar tidak bisa dipisahkan bahkan setelah keduanya dinyatakan meninggal dunia.
“Pas sampai di rumah sakit pun enggak bisa lepas. Keduanya tetap menyatu. Akhirnya dipotong kemaluan laki-lakinya,” ungkap Hilya yang turut dimintai keterangan oleh pihak rumah sakit.
Menurut keterangan medis, otot vagina korban perempuan mengalami kejang hebat disertai pembengkakan, sementara posisi tubuh pria di bawah membuat aliran darah dan kontraksi itu semakin fatal.
“Itu pembuluh darah di area vaginanya pecah. Karena posisi pria di bawah, arus kram itu kayak nyamber kesetrum ke tubuh laki-lakinya juga,” tambahnya.
Sebelum tragedi mengerikan itu terjadi, Hilya sempat berpapasan dengan keduanya di jalur menuju Pos 4 dan menyadari bahwa pendaki perempuan tampak sangat kelelahan.
“Tetehnya kayak capek banget. Aku tanya ke cowoknya, dia bilang ‘kecapean saja’. Tapi enggak lama ceweknya nangis, ‘aku mau turun’. Tapi cowoknya tetap maksa, katanya bisa pelan-pelan,” ucap Hilya.
Menurutnya, pasangan itu masih sangat muda, masing-masing lahir tahun 2000 dan 2001. Saat tiba di Pos 4, kondisi si perempuan makin menurun hingga sempat pingsan dan bertingkah aneh seperti orang kesurupan.
“Dia ketawa melengking, kayak bukan suaranya sendiri. Kami kira kesurupan, tapi aku masih berpikir positif, mungkin cuma kecapean,” kata Hilya.
Setelah sempat dibantu dan ditenangkan, Hilya serta rombongannya melanjutkan perjalanan ke puncak, sementara pasangan tersebut memilih beristirahat dan kemudian mendirikan tenda tak jauh dari tempat mereka.
Sekitar pukul 23.00, suasana sunyi malam tiba-tiba terusik oleh suara samar yang menyerupai desahan dari arah tenda pasangan itu.
“Temen gue bilang, ‘Eh lu denger suara enggak?’ Gue iya, tapi enggak mau ngomong. Itu bukan suara horor, tapi suara desahan,” kenang Hilya.
Tak ada yang berani memastikan apa yang sebenarnya terjadi malam itu hingga esok paginya tenda pasangan itu tetap tertutup rapat.
Saat Hilya memanggil dan menggoyang tenda, tak ada respons, hingga akhirnya ia membuka tenda dan mendapati pemandangan yang membuatnya syok berat.
“Awalnya gue kira cuma satu orang di sleeping bag, tapi ternyata dua. Pas gue buka, mereka kaku, sudah membiru. Gue cuma bisa bengong,” tuturnya.
Petugas ranger dan relawan segera dihubungi, lalu proses evakuasi dilakukan dengan penuh kehati-hatian sebelum jenazah dibawa turun untuk autopsi lebih lanjut.
Dari hasil pemeriksaan, dokter memastikan bahwa kematian keduanya bukan akibat kekerasan, melainkan akibat kejang otot fatal saat berhubungan intim di suhu dingin yang membuat tubuh mereka kehilangan daya.
Secara medis, fenomena gancet atau penis captivus terjadi karena kontraksi otot vagina yang menjepit penis sehingga tidak dapat dilepaskan.
Hal ini dapat dipicu oleh kecemasan, kelelahan ekstrem, atau kondisi emosional tertentu, apalagi dalam situasi yang penuh tekanan seperti di alam terbuka dan suhu dingin.
Dokter seksual asal Inggris, Dr. John Dean, pernah menjelaskan bahwa otot dasar panggul perempuan dapat berkontraksi kuat secara berirama saat orgasme, dan jika tidak segera mengendur, penis yang sedang ereksi bisa terjebak di dalam vagina.
Dalam kondisi ekstrem, terutama tanpa bantuan medis, hal ini dapat menyebabkan pembengkakan, gangguan sirkulasi darah, bahkan kematian.
Tragedi yang menimpa pasangan muda itu menjadi pengingat pahit bagi para pendaki agar tidak mengabaikan etika, kesehatan, dan keselamatan selama berada di alam bebas.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]