WahanaNews.co | Tertera nama "Citra"
di hidung pesawat
B737-500 Sriwijaya Air registrasi PK-CLC, yang jatuh di perairan Kepulauan
Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Maskapai
Sriwijaya Air memang dikenal gemar memberi nama-nama pada pesawatnya, atau
dalam dunia penerbangan lazim disebut nosename.
Baca Juga:
Sriwijaya Air Beberkan Alasan 27 Ahli Waris Belum Dapat Ganti Rugi
Tak
banyak maskapai yang masih mempertahankan tradisi nosename ini di armada pesawatnya.
Garuda
Indonesia pernah menggunakan nosename
pada tahun '60 sampai '70-an. Seperti di armada DC-8 yang menggunakan nama-nama
pahlawan, atau armada DC-9 dengan nama-nama sungai di Indonesia, contohnya Barito, Kapuas, dan Serayu.
Lantas,
apa arti nama "Citra" di hidung pesawat B737-500 Sriwijaya Air?
Baca Juga:
KNKT Beberkan Misteri Sriwijaya Air Jatuh di Kepulauan Seribu
Namun,
sebelum membahas siapa atau apa "Citra" itu, ada baiknya menengok dulu bagaimana penamaan nosename di maskapai Sriwijaya Air.
Jika
dicermati, ada beberapa klasifikasi nama nosename
yang biasa dipakai oleh Sriwijaya Air.
Pertama
adalah nama-nama sifat baik dan istilah di Alkitab, seperti Megah (B737-200 PK-CJF), Kemuliaan (B737-500 PK-CLE), Keberkahan (B737-900 PK-CMO), Penyeru (B737-800 PK-CMQ), atau Tamariska (B737-800 PK-CMH).
Kemudian, ada
klasifikasi nama-nama wanita, seperti: Shella
(B737-200 PK-CJK), Sharon (B737-200 PK-CJM), Sherly (B737-200 PK-CJN), Lomasasta (B737-200 PK-CJO), atau Emi/Emilio (B737-200 PK-CJD).
Nama-nama
tersebut, menurut sumber yang dekat dengan Sriwijaya Air, adalah nama-nama
anggota keluarga pendiri Sriwijaya Air.
Selain
itu, ada pula klasifikasi nama-nama daerah di Indonesia, khususnya di wilayah
Bangka-Belitung, tempat kelahiran Sriwijaya Air.
Nama-nama
yang dipakai itu, antara lain: Membalong
(B737-200 PK-CJI), Serumpun
Sebalay
(B737-200 PK-CJG), atau Bukit Kejora (B737-200 PK-CJL).
Lalu,
ada klasifikasi nama burung. Memang tak banyak nama jenis burung yang
digunakan Sriwijaya Air, tercatat hanya Elang
(B737-300 PK-CJT) dan Rajawali
(B737-800 PK-CRE).
Tentang
nama "Citra"sendiri, jika menelusuri sejarah berdirinya Sriwijaya
Air, kemungkinan nama "Citra" diambil dari nama usaha penjualan tiket yang dirintis oleh
para pendiri Sriwijaya Air, sebelum membuat perusahaan penerbangan.
Adapun
nama perusahaan penjualan tiket itu adalah Rajawali Citra Mega Perkasa Travel.
Hal ini
diperkuat dengan nama-nama di unsur tersebut, yang juga digunakan sebagai nosename, seperti Rajawali, Mega, dan Perkasa.
Halaman
web archive dari situs Sriwijayaair-online.com sendiri menuliskan
riwayat maskapai Sriwijaya Air, yang "bermula dari mengembangkan Usaha
Penjualan Ticket lewat RCMP (Rajawali Citra Mega Perkasa)".
Nama-nama
tersebut juga tampaknya bukan asal dipilih. Ada filosofi di balik pemilihan
nama itu.
Sumber internal juga
mengatakan bahwa para pendiri Sriwijaya Air adalah orang yang penuh filosofi.
"Walau
misal namanya diambil dari histori Rajawali Citra Megah Perkasa itu, biasanya
ada lagi filosofi lainnya. Beliau (pendiri Sriwijaya Air) orangnya sangat
filosofis sekali," ujar sumber tersebut.
Ia
mencontohkan nama Tamariska yang juga
dipakai sebagai nosename pesawat. Tamariska adalah tumbuhan yang bisa bertahan di tengah kondisi gurun
yang tandus.
"Harapannya,
Sriwijaya Air bisa tetap tumbuh bagaikan Tamariska,
walaupun dalam kondisi yang (susah) seperti gurun tandus," kata sumber
tersebut.
Kini,
Sriwijaya Air memang tengah dirundung malang dan duka. Pesawat B737-500 yang
mengangkut 62 penumpang (termasuk 12 kru Sriwijaya Air) jatuh di perairan
Kepulauan Seribu.
Dalam
kondisi sulit seperti inilah dibutuhkan kekuatan dan ketegaran dari Sriwijaya
Air, layaknya ketangguhan Tamariska
di gurun tandus. [dhn]