Mengacu pada Undang-Undang 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang Pemilihan Umum, Pentingnya netralitas ASN ini juga dibahas dalam Undang-undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Didalamnya menerangkan asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, kode perilaku ASN maupun kewajiban dan larangan PNS.
Baca Juga:
Tujuh Tersangka Ditahan dalam Tragedi Pilkades Berdarah di Bangkalan
Sehingga ketentuan terkait netralitas ASN bukan hanya di undang-undang Pemilu saja tetapi juga di atur dalam undang-undang ASN dan aturan disiplin kepegawaian.
Baca Juga:
Curigai Kecurangan, Massa Pendukung Calon Kades di Takalar Saling Serang
Yang juga harus digaris bawahi ancaman pidana terhadap pelanggaran netralitas khususnya kepala desa atau sebutan lainnya, seperti terdapat dalam Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 "Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)"
Mereka (ANS/PNS) murni merupakan perwujudan demokrasi yang merupakan aspirasi rakyat tanpa partai, sehingga dalam kontestasi Pemilu, jelas perlakuan hukumnya pun berbeda antara Kades, PNS , ASN dengan pejabat politik seperti Bupati, Walikota, Gubenur bahkan Presiden yang dengan bebas bisa menggunakan atribut partai maupun bergabung dengan partai politik dengan syarat cuti sebagaimana diatur pada Pasal 281 Ayat 1 Undang-Undang 7 Tahun 2017 "Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya.