Pejabat pemerintah dan otoritas keagamaan dilaporkan akan menghadapi denda yang jauh lebih tinggi, yaitu masing-masing 54.000 somoni atau sekitar Rp83 juta dan 57.600 somoni atau sekitar Rp89 juta, jika terbukti bersalah.
Perlu dicatat bahwa Tajikistan telah melarang Jilbab Islami setelah bertahun-tahun dilarang secara tidak resmi. Tindakan keras pemerintah Tajikistan terhadap hijab dimulai pada tahun 2007 ketika Kementerian Pendidikan melarang pakaian Islami dan rok mini gaya Barat untuk pelajar.
Baca Juga:
RI-Tajikistan Jajaki Peluang Kerja Sama Bidang Industri dan Infrastruktur
Larangan ini akhirnya diperluas ke semua lembaga publik, dengan beberapa organisasi menuntut staf dan pengunjung untuk melepas jilbab mereka.
Pemerintah daerah membentuk satuan tugas khusus untuk menegakkan larangan tidak resmi tersebut, sementara polisi menggerebek pasar untuk menahan "pelanggar." Namun pihak berwenang menolak banyak klaim dari perempuan yang mengatakan mereka dihentikan di jalan dan didenda karena mengenakan jilbab.
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir melakukan kampanye untuk mempromosikan pakaian nasional Tajik. Pada tanggal 6 September 2017, jutaan pengguna ponsel menerima pesan teks dari pemerintah yang menyerukan perempuan untuk mengenakan pakaian nasional Tajik.
Baca Juga:
Iran Tembakkan Rudal ke Posisi Kelompok Teroris di Suriah dan Irak
Pesan tersebut menyatakan bahwa "Mengenakan pakaian nasional adalah suatu keharusan!", "Hormati pakaian nasional", dan "Mari kita jadikan tradisi yang baik dalam mengenakan pakaian nasional."
Kampanye ini mencapai puncaknya pada tahun 2018 ketika pemerintah memperkenalkan naskah setebal 376 halaman - Buku Panduan Pakaian yang Direkomendasikan di Tajikistan - yang menguraikan apa yang harus dikenakan wanita Tajikistan untuk berbagai kesempatan.
Tajikistan juga secara tidak resmi melarang janggut lebat. Ribuan pria dalam satu dekade terakhir dilaporkan telah dihentikan oleh polisi dan janggut mereka dicukur di luar keinginan mereka.