Menanggapi hal tersebut, Kabid Riset dan Data Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia, Jaustan S menyayangkan sikap Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) yang diduga tidak menggunakan haknya sebagaimana di atur dalam Lampiran II Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.
Dalam angka 7.1 Reviu Laporan Hasil Pemilihan Penyedia secara jelas dinyatakan bahwa, setelah menerima laporan hasil pemilihan penyedia, PPK melakukan reviu atas laporan hasil pemilihan Penyedia dari Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan untuk memastikan bahwa, proses pemilihan Penyedia sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur yang ditetapkan.
Baca Juga:
Usut Korupsi Jalur Kereta Api Besitang–Langsa Rp1,3 Triliun, Kejagung Periksa Direktur PT MKP
Berdasarkan hasil reviu, PPK memutuskan untuk menerima atau menolak hasil pemilihan Penyedia tersebut.
“Artinya, PPK tidak serta merta menerbitkan SPPBJ setelah pelaksanaan pelelangan. PPK punya hak untuk tidak sependapat atas penetapan pemenang yang telah dilakukan oleh Pokja Pemilihan, selain kemampuan manajerial, PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara utuh dan lengkap tahap demi tahap serta memahami hal-hal apa saja yang dievaluasi oleh panitia serta kelemahan-kelemahannya”, ujarnya.
Lebihlanjut Jaustan mengatakan, dasar SPPBJ adalah Berita Acara Hasil Pemilihan (BAHP) yang berarti PPK wajib memahami isi dari BAHP. Memahami isi dari BAHP apalagi berani menolak penetapan panitia berarti PPK wajib memiliki pengetahuan terhadap proses pelelangan/seleksi yang telah dilakukan oleh Pokja Pemilihan.
Baca Juga:
Irbanko Didesak Audit Pekerjaan Pemeliharaan Gedung Kantor Walikota Jakarta Timur
PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang/jasa secara detail agar dapat menjalankan fungsi check and recheck terhadap kerja Pokja Pemilihan dan mampu untuk menolak usulan pemenang dari panitia.
Namun apabila PPK tidak memiliki pengetahuan dalam bidang pengadaan barang/jasa, maka PPK cenderung hanya menjadi “tukang tandatangan dan stempel” terhadap hasil pokja pemilihan pengadaan barang/jasa.
Selain itu, Jaustan mengatakan bahwa, lembaga penegak hukum di wilalayah hukum Provinsi DKI Jakarta seolah tidak tertarik untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh oknum Pokja Pemilihan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Apakah mungkin perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai pemenang tender kalau tidak ada kesepakatan-kesepakatan terselubung”.