WahanaNews.co | Para peneliti menemukan sebuah topeng emas kuno berusia seribu tahun di Peru. Uniknya, topeng antik tersebut dicat menggunakan darah manusia.
Arkeolog dengan Proyek Arkeologi Sicán menemukan topeng tersebut pada awal 1990-an saat menggali makam kuno di Peru.
Baca Juga:
Indonesia-Viet Nam Sepakat Perkuat Kemitraan Strategis
Makam yang berasal dari tahun 1.000 masehi itu diklaim milik seorang pria elit paruh baya dari budaya Sicán kuno, yang mendiami pantai utara Peru dari abad kesembilan hingga ke-14.
Kerangka yang juga dicat merah itu ditemukan dalam posisi duduk dan terpisah dari kepalanya di tengah makam persegi sedalam 12 meter yang dikenal sebagai Makam Timur gundukan kuil Huaca Loro.
Kepala yang sengaja dicopot dari kerangkanya, diletakkan menghadap ke atas dan ditutup dengan topeng bercat merah yang dilengkapi dengan anting-anting dekoratif besar dan mata manik-manik yang menonjol.
Baca Juga:
Prabowo dan PM Trudeau Sepakati Kerja Sama Strategis Indonesia-Kanada
Di dalam makam, para arkeolog menemukan 1,2 ton artefak dan kerangka empat orang lainnya: dua wanita muda diatur dalam posisi bidan dan seorang wanita melahirkan, serta dua anak berjongkok diatur pada tingkat yang lebih tinggi.
Pada saat penggalian, para ilmuwan mengidentifikasi pigmen merah pada topeng sebagai cinnabar, mineral merah terang yang terbuat dari merkuri dan belerang.
Meski terkubur jauh di bawah tanah selama seribu tahun, entah bagaimana cat merah yang lapisannya setebal 0,04 hingga 0,08 inci berhasil tetap menempel pada topeng.
"Identitas bahan pengikat, yang sangat efektif dalam cat merah, tetap menjadi misteri," tulis para peneliti.
Menurut penelitian yang telah dipublikasikan pada 28 September di American Chemical Society's Journal of Proteome Research, para peneliti menganalisis sampel kecil cat merah.
Pertama, dengan teknik spektroskopi inframerah yang menggunakan cahaya inframerah untuk mengidentifikasi komponen bahan, mereka menemukan bahwa ada protein dalam cat merah.
Mereka kemudian menggunakan spektrometri massa, sebuah metode yang dapat menyortir ion yang berbeda dalam bahan berdasarkan muatan dan massanya, untuk mengidentifikasi protein spesifik.
Para peneliti menemukan bahwa cat merah itu mengandung enam protein yang ditemukan dalam darah manusia.
"Menariknya, di antara protein yang tersisa, enam ditemukan dalam darah manusia," tulis para peneliti dalam penelitian tersebut, seperti dikutip dari Science Alert, Kamis (28/10).
Selain itu, cat tersebut juga mengandung protein yang berasal dari putih telur. Protein sangat terdegradasi, jadi tidak jelas dari spesies burung apa telur itu berasal, tetapi para peneliti berhipotesis bahwa itu mungkin bebek Muscovy (Cairina moschata).
"Cat berbasis Cinnabar biasanya digunakan dalam konteks elit sosial dan barang-barang ritual penting," tulis para penulis.
Cinnabar dibatasi untuk penggunaan elit, sementara non-elit menggunakan jenis cat berbasis oker lain untuk objek lukisan.
Dilansir dari Live Science, para arkeolog sebelumnya telah berhipotesis bahwa susunan kerangka mewakili "kelahiran kembali" yang diinginkan dari pemimpin Sicán yang telah meninggal.
Agar kelahiran kembali yang "diinginkan" ini terjadi, orang pada zaman itu mungkin telah melapisi seluruh kerangka dengan cat yang berasal dari darah manusia.
Sebuah analisis baru-baru ini menemukan bahwa Sicán mengorbankan manusia dengan memotong leher dan dada bagian atas untuk memaksimalkan pendarahan.
"Dari sudut pandang arkeologi, penggunaan darah manusia dalam cat tidak akan mengejutkan," tulis para peneliti. [qnt]