WahanaNews.co | Perdebatan pembela rokok vs kesehatan kian menarik, terlebih setelah melahirkan istilah yang mungkin terdengar asing di telinga beberapa orang, yakni 'whataboutisme'.
Sebelumnya, untuk menyegarkan ingatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan getol mengampanyekan anti-rokok. Bahkan, Anies mengeluarkan Seruan Gubernur (Sergub) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Merokok.
Baca Juga:
Pengendalian Rokok Diperketat, WHO Soroti Komitmen Indonesia Jaga Kesehatan Publik
Lewat seruan itu, Anies meminta bawahannya untuk menutupi iklan dan display rokok yang ada di fasilitas publik.
Langkah Anies pun memantik obrolan dan banyak kicauan di Twitter, karena kampanye anti rokok itu disandarkan dengan efek kesehatan.
Kampanye tersebut lalu mendapat serangan dari mereka yang pro-rokok. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa kesehatn bergantung pada diri masing-masing.
Baca Juga:
Truk Berpelat Dinas TNI AL Angkut Rokok Ilegal Ditangkap Petugas Bea Cukai Batam
Para gembong pro-rokok berdalih, jika pelarangan rokok karena didasarkan pada efek kesehatan, maka gula juga mestinya dilarang. Karena gula juga termasuk pembunuh paling manjur di dunia.
Serangan itu kemudian disebut 'whataboutisme'. Dia, Ismail Fahmi, Founder of Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, yang pertama melemparkan istilah tersebut dalam perdebatan rokok vs kesehatan itu.
Ismail bilang, dalih para pembela rokok setiap kali ada pembahasan tentang iklan rokok, display rokok dll, adalah mengarahkan ke bahaya penyakit gula.
"Maka otomatis mereka pembela rokok akan belok ke topik lain, yaitu: GULA," tulis Ismail di akun Twitternya, dilansir Kompas TV pada Selasa (5/10/2021).
"Sudah hapal SOP-nya begitu sejak dulu. Whataboutism," kata Ismail.
Pada cuitan Ismail soal perdebatan kaum anti-rokok dengan pro-rokok memunculkan 'whataboutisme'. Lalu apa sebenarnya istilah itu? Apa yang dimaksud 'whataboutisme'?
Istilah 'whataboutism' secara diksi berasal dari dua kata, 'What' dan 'About'. Kalau dilihat dalam Oxford Dictionaries, 'whataboutism' merujuk pada sebuah teknik retorika untuk membelokkan tudingan yang disampaikan oleh orang lain.
Kata kuncinya adalah 'whataboutisme' adalah teknik retorika.
Taktik retorika pembelokan kritik itu pertama kali muncul saat perang dingin antara Uni Soviet dengan negara barat. Istilah itu merebak di Rusia pasca-Soviet, ketika sedang membahas hak asasi manusia.
Kala ditanyai mengenai hak asasi manusia, maka pembalasannya adalah 'What About? (bagaimana dengan)..' dengan menyertakan contoh isu yang tengah ramai, namun tidak relevan.
Saat itu, 'whataboutisme' dijadikan propaganda Rusia dengan tujuan mengaburkan kritik terhadap negara Rusia dan menurunkan kualitas percakapan dari kritik yang masuk akal terhadap Rusia menjadi perselisihan sepele.
Sejumlah pemimpin Rusia mengadopsi praktik 'whataboutisme' Soviet untuk menghindari refleksi internal terhadap kritik eksternal dan menyoroti kesalahan negara-negara lain.
Menurut Merriam-Webster dalam sebuah artikelnnya berjudul What about 'whataboutism'? retorika 'whataboutisme' pada umumnya dianggap sebagai bentuk tu quoque yang artinya 'Kamu Juga'.
Dari bahasa latin tersebut, 'whataboutisme' dianggap sebagai kekeliruan logika karena benar tidaknya pendapat si penuduh, tidak ada kaitannya dengan isu yang tengah dibahas.
Selain itu, taktik tersebut juga dilakukan untuk mengaburkan fakta-fakta yang tengah dipertanyakan.
'Whataboutisme' adalah pembelokan tudingan tersebut seringkali dengan mengangkat isu yang tidak setara. Selain itu, 'whataboutisme' masuk ke dalam kategori kesalahan logika. Atau mungkin kita sering dengar politis berdebat dengan istilah tidak 'apple to apple'. [rin]