WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam hubungan rumah tangga, cinta saja tidak cukup. Banyak pasangan memulai perjalanan pernikahan dengan harapan akan kebahagiaan dan kebersamaan, namun seiring waktu, dinamika hubungan bisa berubah tanpa disadari.
Salah satu perubahan yang patut diwaspadai adalah munculnya tanda-tanda red flag yang tak hanya hadir saat pacaran, tapi juga bisa berkembang dalam pernikahan.
Baca Juga:
Rosan Roeslani Bongkar Alasan Pemerintah Depak LG dari Konsorsium Baterai Listrik
Pasang surut memang wajar terjadi dalam hubungan, namun ketika sinyal bahaya ini muncul secara terus-menerus, jangan sampai kamu membiarkannya.
Mengenali tanda-tanda ini sejak dini sangat penting agar kamu bisa mengambil langkah tepat sebelum masalah menjadi semakin dalam.
Berikut sembilan sinyal red flag dalam pernikahan yang perlu kamu waspadai, sebagaimana dirangkum dari Best Life.
Baca Juga:
Ancaman Pembunuhan Hantui Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi: Sudah Biasa Diancam Sejak Jadi Bupati
1. Kebutuhan Emosional Diabaikan
Dalam hubungan sehat, pasangan saling memenuhi kebutuhan emosional masing-masing.
Tapi bila permintaan sederhana seperti ingin didengar atau sekadar butuh pelukan terus-menerus diabaikan, ini bisa jadi pertanda pasangan tidak lagi berupaya menciptakan koneksi emosional.
“Kalau permintaan ini tak terpenuhi, berarti pasangan tak punya dorongan untuk membahagiakan kamu,” ujar psikolog Lauren Napolitano, PsyD.
2. Sering Diremehkan
Pernikahan seharusnya menjadi tempat saling menghargai, bukan merendahkan.
Bila setiap kali kamu mengutarakan perasaan atau kekhawatiran, pasangan justru menyebutmu terlalu sensitif atau lebay, bisa jadi itu awal keretakan emosional.
“Kalau kamu dianggap konyol atau disalahkan atas perasaan sendiri, itu sinyal bahaya,” ujar terapis Alyse Freda-Colon, LCSW.
3. Ketergantungan Berlebihan
Kedekatan emosional memang penting, namun jika pasangan terlalu bergantung dan tak memberi ruang untuk individualitasmu, hubungan bisa terasa menyesakkan.
Callisto Adams dari HeTexted menjelaskan, “Kurangnya ruang pribadi bisa membuat pasangan seperti hidup dalam gelembung, terasing dari kehidupan sosial.”
4. Konflik Tak Pernah Usai soal Pembagian Tugas
Saat satu pihak merasa memikul seluruh beban rumah tangga—mulai dari mengurus anak hingga keuangan—lama-lama bisa timbul rasa kesal yang berubah jadi dendam.
Lisa Lawless, PhD, menyebut pembagian tugas sebagai pemicu konflik terbesar. “Beban rumah tangga yang tak seimbang menambah tekanan emosional,” jelasnya.
5. Kehilangan Rasa Hormat
Rasa hormat adalah fondasi utama dalam pernikahan. Bila yang muncul malah sindiran, cemoohan, atau bahasa tubuh yang mencela seperti mendengus dan memutar mata, ini bisa jadi pertanda hubungan sedang rapuh.
“Contempt atau ketidakhormatan bisa jadi sinyal paling berbahaya menuju perceraian,” kata Greyson Smith, MA, LPCC.
6. Tak Ada Lagi Sentuhan
Kasih sayang fisik seperti pelukan atau sekadar menggenggam tangan sangat penting dalam menjaga kehangatan hubungan.
Jika semua bentuk keintiman ini lenyap, bisa jadi hubungan mulai berubah menjadi sekadar relasi antar teman serumah tanpa kedekatan emosional.
7. Terasa Seperti Orang Asing di Rumah Sendiri
Aktivitas pribadi memang penting, tapi ketika kamu dan pasangan hidup seolah di dunia masing-masing tanpa koneksi, itu tanda bahaya.
Psikolog Aura De Los Santos menyebut, “Kurangnya waktu berkualitas dan proyek bersama membuat pasangan menjauh secara fisik dan emosional.”
8. Selalu Berselisih soal Keuangan
Uang bukan cuma soal nominal, tapi juga menyangkut kekuasaan dan kepercayaan.
Bila salah satu pihak selalu memegang kendali dan pihak lain hanya sebagai pengikut, hubungan akan mudah goyah.
“Ini resep menuju konflik,” ujar pakar hubungan Laura Wasser.
9. Tidak Pernah Bertengkar
Meskipun terlihat harmonis, pasangan yang tak pernah bertengkar bisa jadi sebenarnya sudah menyerah pada hubungan.
Menurut Greyson Smith, “Konflik adalah bukti bahwa masih ada kepedulian. Ketiadaan konflik bisa menunjukkan bahwa mereka sudah tak lagi berjuang.”
Mewaspadai tanda-tanda ini bukan berarti kamu harus panik atau langsung mengambil keputusan besar.
Tapi mengenalinya bisa jadi awal untuk mengevaluasi hubungan dan memulai dialog yang sehat demi memperbaiki keadaan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]