WahanaNews.co, Jakarta - Jalan Braga menjadi destinasi wisata di Bandung yang selalu hits. Deretan hotel, restoran, coffee shop, dan toko pakaian, menjadi daya tarik bagi anak-anak muda serta keluarga untuk datang maupun berjalan-jalan di sini. Mereka juga menghabiskan waktu liburan atau weekend dengan menginap dan nongkrong di sini.
Tapi, tahukah kamu bahwa Jalan Braga sudah ada semenjak ratusan tahun yang lalu? Lalu pada tahun 1920-an, jalan ini ternyata sudah digunakan oleh para pengusaha Belanda dan pribumi untuk berbelanja serta berkumpul. Lalu, bagaimana perkembangan Jalan Braga dari zaman Hindia Belanda sampai sekarang? Melansir yoursay.id, berikut penelusurannya.
Baca Juga:
Pertama di Jabar: Kejari Bandung Ajukan Pencabutan Status Ayah Pelaku Kekerasan
Jalan Braga awalnya hanyalah sebuah jalan becek dan berlumpur yang sering dilewati pedati pengangkut kopi. Makanya, jalan ini sering disebut sebagai Pedatiweg atau jalan yang sering dilalui pedati. "Weg" dalam bahasa Belanda berarti "jalan" atau "jalanan".
Pedati-pedati ini mengangkut kopi hasil dari pemberlakuan cultuurstelsel (Politik Tanam Paksa) oleh pemerintah Hindia Belanda dari tahun 1831 sampai 1879. Kopi sebagai salah satu hasil bumi dari tanah Priangan harus dikirimkan ke tempat pengemasan bernama Koffie Pakhuis (Gudang Kopi) melalui jalan ini.
Baru sekitar tahun 1882, Asisten Residen Bandung yang bernama Pieter Sitjhoff mengganti nama Pedatiweg menjadi Bragaweg. Pada waktu itu, jalannya diperkeras dengan batu kali, dan lampu-lampu minyak digunakan untuk penerangan jalan.
Baca Juga:
Survei Indikator: Elektabilitas Dedi Mulyadi-Erwan Unggul di Pilgub Jabar
Pengambilan nama "Braga" berasal dari nama Theotila Braga (1834 -1924) seorang penulis naskah drama. Pasalnya, di kawasan ini dulunya pernah bermarkas sebuah perkumpulan drama bangsa Belanda yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Peter Sijthot.
Sedangkan, sumber lain mengatakan kalau “baraga” merujuk pada jalan di tepi sungai. Jalan Braga ini memang terletak di tepi Sungai Cikapundung. Menurut penulis sejarah Haryoto Kunto, kata "Braga" berasal dari bahasa Sunda “Ngabaraga” yang artinya bergaya, nampang, atau mejeng.
Jalan Braga akhirnya semakin ramai dan berkembang. Diawali dengan dibukanya warenhuis (bahasa Belanda) atau toko kelontong pertama di Bandung yang bernama De Vries. Toko ini di rancang oleh Edward Cuypers pada 1909.