WahanaNews.co | Belakangan
ini, warga di sejumlah pulau Jawa mengeluhkan cuaca sangat dingin di malam
hingga pagi hari. Hal itu terungkap dalam cuitan di media sosial Twitter.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Di Dieng, Jawa Tengah misalnya, menurut akun Twitter
@areawonosobo_ suhu udara di sana berkisar 10 hingga 1 derajat Celcius pada
malam dan pagi hari. Ini menyebabkan tanaman di Dieng diselimuti es.
"Dieng berembun es" ges" Sepertinya musim salju sudah mulai
di Tanah Para Dewa ini" Dari kemarin sore sudah muncul tanda-tandanya" Suhu sore
hari sekitar pukul 17.00 suhu Dieng sudah sekitar 10 derajat Celcius" Dan pagi
ini mencapai minus 1 derajat Celcius. Cakupan lokasi es tidak begitu luas,"
tulis akun @areawonosobo_.
Dijelaskan oleh Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim
dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
Siswanto, cuaca dingin di sejumlah wilayah Jawa ini terkait dengan fenomena
Bediding atau kondisi lebih dingin pada periode puncak musim kemarau.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
Ia menjelaskan, saat ini Jawa dan Nusa Tenggara Timur (NTT)
tengah menuju periode puncak musim kemarau, mulai dari Juli hingga Agustus atau
September. Pada periode ini, angin yang bertiup dominan timuran dari Benua
Australia membawa massa udara yang umumnya bersifat lebih kering dan dingin.
Terlebih saat ini di Benua Australia sedang mengalami puncak
musim dingin. Demikian juga angin monsun Australia yang melewati perairan
Samudera Indonesia, di mana suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin.
Pada saat puncak musim kemarau, umumnya jarang terjadi
hujan. Tutupan awan berkurang sehingga panas permukaan Bumi akibat radiasi
Matahari lebih cepat dan lebih banyak yang dilepaskan kembali ke atmosfer
berupa radiasi balik gelombang panjang.
Langit yang cenderung bersih dari awan atau clear sky akan
menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepaskan ke
atmosfer luar sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih
dingin, terutama pada malam hingga pagi hari.
"Kondisi lebih dingin
pada periode puncak musim kemarau ini oleh orang Jawa diistilahkan "bediding",
umumnya berlangsung dari Juli hingga September," kata Siswanto.
Selain itu, gerak semu Matahari saat ini masih berada pada
Belahan Bumi Utara (BBU) sehingga radiasi maksimum Matahari ada di BBU,
sementara di Belahan Bumi Selatan (BBS) radiasinya sedikit lebih rendah.
"Jadi meskipun posisi matahari saat ini berada pada titik
jarak terjauh dari bumi (aphelion) dalam siklus gerak revolusi bumi mengitari
matahari, hal itu tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan,"
katanya.
Jadi fenomena "bediding" sendiri, di mana suhu terasa lebih
dingin saat menuju puncak musim kemarau lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika
dan atmosfer fisis dekat permukaan bumi, dan ini merupakan hal biasa terjadi
setiap tahun.
Bahkan, kata Siswanto, ini pula yang menyebabkan di beberapa
wilayah seperti Dieng dan dataran tinggi lainnya, berpotensi terjadi embun es
(embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang. [qnt]