WahanaNews.co | Polda Jawa Timur membentuk Satgas khusus untuk menangani kasus kekerasan di lingkungan Pondok Pesantren (Ponpes) usai terjadi peristiwa penganiayaan berujung maut di Ponpes Gontor.
Hal itu menyusul peristiwa penganiayaan seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur yang berujung maut.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Pembunuhan Sadis di Penjaringan, Kepala Korban Dibuang ke Sela Tembok
Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta mengatakan pembentukan satgas itu untuk mencegah aksi kekerasan kembali terulang di pesantren.
"Kami kerjasama dengan stakeholder terkait, dengan membentuk satgas perlindungan perempuan dan anak, di dalam satgas ini ada beberapa dinas yang terkait, seperti dinas sosial, dinas agama, Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TPA), serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)," kata Nico, Selasa (13/9).
Satgas itu, kata Nico, juga akan membuka saluran telepon langsung atau hotline. Sehingga siapapun yang menjadi korban aksi kekerasan bisa segera melapor, dan kasusnya pun bisa diusut oleh kepolisian.
Baca Juga:
Kasus Ronald Tannur, MA Bentuk Tim Pemeriksa Mengklarifikasi Majelis Kasasi
"Di dalam pembentukan badan ini, kami mengedepankan kemudahan di dalam memberikan informasi dengan memberikan nomor hotline," ucapnya.
Nico berharap setiap lembaga pendidikan mau mematuhi dan memberikan perlindungan kepada anak. Juga memenuhi hak anak dalam memperoleh pendidikan tanpa ada kekerasan.
"Hal ini bisa didapatkan dengan peran aktif baik dari lembaga pendidikan, orang tua, maupun dari anak-anak sendiri yang sedang mengikuti pendidikan," ujar jenderal bintang dua polisi itu.
Termasuk pula, sambungnya, untuk meminimalisasi budaya senioritas buruk di lembaga pendidikan. Ia ingin aksi-aksi perpeloncoan dan kekerasan senior kepada juniornya untuk dihentikan.
"Proses junior dan senior atau senioritas ini menjadi sifat pengasuhan, sehingga seorang anak yang melakukan proses pendidikan ini memperoleh pendidikan yang wajar tanpa ada tekanan maupun kekerasan," katanya.
"Saya kira penting, kerjasama ini terus ditingkatkan. Sehingga ke depan kita mencetak anak-anak yang mempunyai ilmu pengetahuan yang baik, punya akhlak yang baik dan ke depan bisa berguna bagi bangsa dan negara," imbuhnya.
Dalam kasus penganiayaan berujung maut terhadap santri Gontor asal Palembang, AM (17), polisi telah menetapkan dua tersangka. Dua tersangka itu adalah senior AM di Gontor yakni MFA (18) asal Kabupaten Tanah Darat Sumatera Barat, dan IH (17) asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung.
Keduanya dijerat Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 76 c UU tentang Perlindungan Anak dan atau pasal 170 ayat (2) ke 3 e KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal selama 15 tahun penjara dan denda Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah). [rin]