WAHANANEWS.CO, Bandung - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (21/3/2025).
Aksi yang dimulai sejak pukul 16.00 WIB ini menolak pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh DPR RI.
Baca Juga:
Dikira Dibegal, Gadis 19 Tahun Tewas Ditusuk Teman-temannya di Bandung
Massa aksi mengenakan pakaian serba hitam dan menyuarakan penolakan terhadap UU TNI yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer.
Mereka membentangkan spanduk bertuliskan "Tolak RUU TNI. Lawan Dwifungsi TNI. Kembalikan Militer ke Barak".
Selain itu, tembok pagar depan gedung DPRD dicoret dengan cat semprot, sementara kawat berduri dan rantai yang dipasang di pagar coba dilepaskan oleh para demonstran. Beberapa kali terdengar suara ledakan petasan yang diarahkan ke dalam gedung DPRD.
Baca Juga:
Usai Kediaman Ridwan Kamil, KPK Lanjut Geledah Kantor BJB di Bandung
Situasi semakin memanas saat sejumlah peserta aksi membakar ban dan melemparkan bom molotov ke arah gedung.
Di tengah kericuhan, seorang jurnalis Kompas.com bernama Faqih menjadi korban pemukulan. Saat tengah merekam aksi demonstrasi, ia dituduh sebagai intel oleh massa.
“Massa mulai brutal dan menuduh saya sebagai intel. Saya sedang mengambil video di dekat mereka, lalu ada yang berteriak awas itu intel, yang pakai baju putih!’ ungkap Faqih.
Faqih menyebut dirinya sudah menunjukkan kartu pers, bahkan ada yang sempat mengamankannya dengan mengatakan, ‘ini dari media’.
"Tapi tetap saja saya dipukuli,” ujar Faqih.
Akibat insiden tersebut, Faqih mengalami pukulan di kepala sebanyak dua kali, tendangan di bagian punggung, serta beberapa kali ditarik oleh massa sebelum akhirnya diamankan oleh peserta aksi lainnya.
Beberapa wartawan yang melihat kejadian itu turut membantu menyelamatkan Faqih bersama anggota kepolisian.
Sementara itu, Koordinator Aksi, Ahmad Siddiq, menegaskan bahwa demonstrasi ini merupakan simbol penolakan masyarakat terhadap revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 yang disahkan DPR sehari sebelumnya.
“Kami menuntut DPR untuk mencabut revisi UU TNI yang telah disahkan,” tegasnya.
Salah satu pasal yang disoroti dalam revisi tersebut adalah Pasal 47 yang mengatur perluasan peran TNI di kementerian dan lembaga negara.
Siddiq menilai, ketentuan ini dapat mempersempit peluang masyarakat sipil dalam menduduki jabatan di pemerintahan.
“Jika TNI masuk ke lembaga sipil, bagaimana nasib rakyat? Bagaimana dengan demokrasi kita? TNI seharusnya fokus menjaga keamanan negara, bukan berperan dalam ranah sipil. Hak-hak demokrasi pun bisa terancam jika UU TNI yang telah direvisi tidak segera dicabut,” pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]