WahanaNews.co | Kehidupan Melati (bukan nama sebenarnya) hancur tepat setelah ia
gagal bayar utang pinjaman online
(pinjol).
Bagaimana tidak?
Baca Juga:
Sabet Pacul ke Warga di Bogor saat Tagih Utang, Debt Collector Diringkus Polisi
Ia diteror dengan pesan-pesan tidak
pantas, menjadi omongan di lingkungannya, dipecat dari pekerjaannya, hingga
diancam dibunuh oleh debt collector
(penagih utang).
Melati, tentu, pusing
tujuh keliling. Bahkan, ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri.
Mantan guru Taman Kanak-kanak (TK) itu
terjerat utang pinjol hingga Rp 40 juta dari 24 aplikasi.
Baca Juga:
Nasabah Tikam Debt Collector di Sambas Gegara Pelaku Emosi Istrinya Diminta Korban
Semua bermula saat Melati membutuhkan
uang untuk membayar biaya kuliahnya.
Kuliah itu harus ditempuhnya untuk
memenuhi syarat lembaga tempatnya bekerja, yang meminta agar semua pengajar
lulus Sarjana S1.
"Awalnya itu untuk bayar kuliah.
Saya kan sama lembaga tempat saya mengajar disuruh S1," kata Melati kepada
wartawan, Senin (17/5/2021).
Karena ingin tetap mengabdi di sekolah
yang telah mempekerjakannya selama 13 tahun, Melati pun berusaha memenuhi syarat
itu.
Meskipun ia tahu, dengan gaji Rp 400 ribu
sebulan tidak akan cukup memenuhi syarat menempuh Sarjana S1.
"Saya kan memang nggak ada
biaya, gaji saya Rp 400 ribu sebulan, akhirnya saya nekat, bismillah saya kuliah," ucapnya.
Waktu berjalan, tibalah Melati pada
semester akhir perkuliahannya.
Ia menemukan kesulitan mencari biaya.
Jalan satu-satunya, dalam pikirannya
ketika itu, mengajukan permohonan peminjaman atau utang ke aplikasi pinjol.
Namun, karena satu aplikasi tak bisa
memberinya pinjaman sebesar Rp 2,5 juta, karena
limit kredit.
Melati pun terpaksa mengajukan
peminjaman ke beberapa aplikasi pinjol lain.
Ia sebenarnya sempat merasa keberatan
dengan persyaratan dan perjanjian yang diajukan pihak pinjol.
Di antaranya potongan administrasi
yang besar, tenor yang singkat, hingga ancaman bunga yang membengkak.
Tapi, apa mau
dikata, Melati sudah kepepet, ia tak mau kuliahnya pupus begitu saja.
Ia akhirnya menyetujui segala
persyaratan.
"Akhirnya saya pinjam di beberapa
aplikasi sampai uangnya pas Rp 2,5 juta. Sekitar 4-5 aplikasi,"
terang dia.
Permasalahan pun datang bahkan sebelum
pinjaman itu jatuh tempo selama tujuh hari.
Melati mulai mendapatkan pesan WhatsApp penagihan.
Karena belum memiliki biaya untuk
membayar, Melati terpaksa meminjam dari aplikasi pinjol lain untuk membayar
utangnya.
Tidak ada jalan lain, selain gali
lubang tutup lubang.
Kesulitan serupa ia alami berulang. Sampai
pada akhirnya, utang Melati menumpuk banyak hingga Rp 30-40
juta.
Nominal itu tersebar di 24 aplikasi
pinjol yang berbeda-beda. Ia terjebak di rantai utang.
"Akhirnya untuk bayar, saya
pinjam lagi di 3-4 aplikasi, dan begitu seterusnya sampai menumpuk Rp 30 juta - Rp 40 juta di
24 aplikasi," ucapnya.
Hingga pada akhirnya, Melati pun
mendapatkan teror dari para debt
collector ke-24 aplikasi pinjol.
Ia mendapatkan pesan ancaman, telepon
hingga dipermalukan.
"Saya dikatain, monyet, anjing.
Sampai mereka bilang, gue bunuh lo! Foto saya
juga diancam disebar di media sosial" ujar Melati.
Sejumlah kontak teman Melati, rekan
kerja, hingga wali murid di sekolahnya, juga
dihubungi oleh orang tersebut.
Ia menduga, debt collector pinjol telah mengakses dan mencuri data di ponselnya, secara
ilegal.
Salah seorang debt collector bahkan sampai membuat WhatsApp grup bernama "Peduli Hutang Melati", yang berisikan wali murid dan teman-temannya.
Di grup itu, foto dan
KTP-nya disebar, disertai dengan kalimat yang mempermalukannya, bak
maling dan buron.
"Sampai dibuat grup, ada wali murid, ada teman-teman. Ya Allah, ada foto saya
disebar," katanya.
Puncaknya, pihak sekolah tempatnya
bekerja memecat dirinya per November 2020.
Menurutnya, lembaganya itu malu, dan
tidak mau terseret ke pusara masalah yang tengah dihadapi Melati.
Ia semakin terpuruk.
"Yang membuat saya terpuruk, loh saya dipecat. Saya ini, kuliah ini, disuruh
lembaga, kenapa lembaga malah mecat saya. Mungkin malu karena saya terjerat
masalah ini," terang dia.
Tak hanya pekerjaan, Melati juga
kehilangan kepercayaan orang-orang di sekitarnya.
Ia mengaku dijauhi oleh teman-teman di
sekitarnya.
Hingga pada akhirnya ia sempat
berpikir ingin mengakhiri hidupnya.
"Saya kehilangan teman, saya
kehilangan kepercayaan, sampai saya sempat ingin bunuh diri, tapi sampai saya
teringat anak saya, saya urungkan," katanya.
Mengalami teror dan intimidasi itu,
Melati kemudian mencari bantuan hukum ke sejumlah orang.
Salah satunya adalah pengacara Slamet
Yuono.
Mereka kemudian melaporkan perlakuan
teror pinjol ini ke Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Bu Sumiati sudah mengirimkan
surat ke Satgas, terkait teror yang dilajukan pinjol, kami mengajukan
permohonan perlindungan hukum ke Satgas Waspada Investasi," kata Slamet.
Tak hanya itu, pihaknya ternyata juga
menemukan ada sejumlah pinjol illegal dan hal itu juga sudah dilaporkannya ke Satgas.
Ia berharap pinjol ilegal dan
meresahkan ini bisa segera ditutup oleh pemerintah.
"Harapan kami ada tindakan tegas
dari Satgas untuk menutup pinjol yang meresahkan masyarakat dan
memblokir aplikasinya," tuturnya.
Cara ini ditempuhnya agar Melati
mendapatkan keadilan dari serangkaian teror dan tekanan yang dialaminya.
Bukan berarti kliennya itu disebut
ingin mengemplang utang.
"Bukannya kami ngemplang utang,
tapi cara penagihannya, buktinya ibu (Melati) sudah melunasi ke yang legal kok," pungkas dia. [dhn]