WahanaNews.co | Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM minta masyarakat agar menjauhi area Gunung Anak Krakatau sejauh 2 kilometer.
Imbauan dikeluarkan seiring peningkatan gunung api tersebut. Kemarin gunung ini erupsi 9 kali.
Baca Juga:
Dampak Erupsi Gunung Lewotobi, Bandara Bali Batalkan 90 Penerbangan Dalam Sehari
"Sehubungan dengan tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau berada pada level II (waspada), kami merekomendasikan agar masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 km dari kawah aktif," kata Kepala Badan Geologi Budi Eko Lelono melalui keterangan tertulis, Sabtu (5/2).
Ia mengatakan kegempaan Gunung Anak Krakatau selama 16 Januari-4 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya 9 kali gempa letusan, 135 kali gempa embusan, 4 kali tremor harmonik, 499 kali gempa low frequency, 2 kali gempa hybrid/fase banyak, 32 kali gempa vulkanik dangkal, 4 kali gempa vulkanik dalam, 2 kali gempa tektonik lokal, 8 kali gempa tektonik jauh dan 19 kali gempa tremor menerus dengan amplitudo 0.5-26 mm (dominan 5 mm).
Data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa Gunung Anak Krakatau masih berpotensi erupsi.
Baca Juga:
Peduli Erupsi Lewotobi, PT DLU Kolaborasi dengan BHS Salurkan Bantuan dan Evakuasi Warga
Sementara, rekomendasi berdasarkan peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter kurang lebih 2 Km dan area di sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana.
"Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material lava, aliran lava dan hujan abu lebat di sekitar kawah dalam radius 2 km dari kawah aktif. Sementara itu, hujan abu yang lebih tipis dapat terpapar di area yang lebih jauh bergantung pada arah dan kecepatan angin," ujar Budi.
Potensi bahaya longsoran tubuh Gunung Anak Krakatau secara historis merupakan ancaman bahaya permanen yang perlu selalu diwaspadai dan diantisipasi utamanya oleh instansi yang berwenang dalam peringatan dini bahaya ikutan gunungapi seperti tsunami.
"Longsoran tubuh gunung api tidak dapat diprediksi waktu kejadian dan volumenya dan tidak bergantung pada kondisi gunung api ini sedang mengalami erupsi maupun tidak. Longsoran tubuh gunung api dapat terjadi dengan atau tanpa diawali peningkatan aktivitas gunung api," kata Budi.
Anak Krakatau kemarin erupsi dengan ditandai keluarnya asap tinggi dari kawah gunung di tengah Selat Sunda tersebut.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika langsung mengeluarkan peringatan potensi gelombang tinggi di sekitar Selat Sunda.
Anak Krakatau punya sejarah menimbulkan bencana dahsyat. Sang ibu, Gunung Krakatau meletus pada 1883 menimbulkan bencana massif sebelum 'menghilang'.
Beberapa tahun kemudian, tumbuh gunung api baru dan dinamai Anak Krakatau. Sang anak ini pernah erupsi dahsyat pada 2018 yang memicu tsunami di Selat Sunda. [qnt]