WahanaNews.co | Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat, terlibat adu mulut dengan tokoh adat di Pulau Sumba.
Ujaran bernada kasar pun terlontar dari mulut Viktor saat keinginannya membangun peternakan sapi wagyu di daerah itu terkendala persoalan lahan.
Baca Juga:
Caleg NasDem Dapil NTT II Ratu Wulla Mundur, Pendukung Kecewa Gelar Aksi Bakar Lilin
Gaya komunikasi Viktor menuai kritik dari berbagai pihak.
Dalam video yang viral di media sosial itu, tensi perdebatan memanas berawal dari pertanyaan Umbu Maramba Hau, tokoh adat, kepada Viktor.
Ia menanyakan siapa yang memberikan lahan itu kepada pihak ketiga untuk dijadikan areal peternakan sapi wagyu.
Baca Juga:
Profil Ratu Wulla Caleg NasDem Dapil NTT II yang Mundur Usai Kalahkan Viktor Laiskodat
Umbu, tokoh adat penguasa hak ulayat lahan di daerah itu, mengaku tidak tahu dengan pengalihan tersebut.
Saat pertemuan pada Sabtu (27/11/2021) itu, Viktor menjelaskan, lahan itu sudah jadi milik pemerintah dan siap digunakan untuk pengembangan sapi wagyu, sapi premium dengan harga tinggi.
Lokasi itu berada di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
Kehadiran peternakan itu, lanjutnya, akan mengangkat perekonomian masyarakat setempat.
Sumba bakal menjadi sentral peternakan sapi wagyu di Indonesia.
Selain peternakan, industri ikutan juga dapat tumbuh di sana.
Viktor beberapa kali menegaskan, peternakan sapi wagyu akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Wagyu sering dianggap sebagai jenis daging sapi khusus dengan kualitas marbling tertentu.
Marbling adalah kadar lemak yang terselip di antara daging sapi dan membentuk pola seperti marmer.
Marbling inilah yang membuat daging wagyu terasa gurih dan empuk.
Sebenarnya wagyu berarti sapi (gyu) Jepang (wa).
Untuk mencapai kualitas daging seperti itu, hanya beberapa jenis sapi Jepang yang bisa dibudidayakan, yaitu jenis Japanese Black, Japanese Brown, Japanese Polled, dan Japanese Shorthorn.
Sapi-sapi ini dibudidayakan dalam lingkungan khusus dan diatur pola makannya.
Perlakuan khusus inilah yang menghasilkan daging sapi seperti yang kita kenal dengan wagyu.
Lemak yang membentuk pola seperti marmer ini adalah lemak tak jenuh yang mengandung Omega-3 dan Omega-6.
Semakin tinggi pola marbling, semakin banyak kandungan lemak tak jenuhnya.
Saking terkenalnya wagyu yang berasal dari Jepang itu kini banyak peternakan di Amerika dan Australia yang ikut membiakkannya (Kompas, 7 Oktober 2010).
Wilayah NTT, termasuk Pulau Sumba, merupakan daerah yang cocok untuk peternakan sapi karena memiliki padang yang luas.
Khusus Sumba Timur yang menjadi lokasi proyek itu juga merupakan kabupaten paling luas, yakni sekitar 14,61 persen dari total luas Provinsi NTT.
Luas padang rumput di kabupaten itu tertinggi, 229.850 hektar.
Terkait pengembangan sapi, Pemprov NTT telah mendeklarasikan daerah itu sebagai lumbung ternak nasional.
Secara periodik, NTT mengirim sapi ke beberapa daerah di Indonesia seperti DKI Jakarta.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020, produksi daging sapi sebesar 13.116,4 ton. Adapun populasi sapi di NTT sebanyak 1.188.982.
Dalam diskusi itu, Viktor menyatakan tekadnya untuk mewujudkan mimpinya tersebut.
Dengan nada ancaman, ia mengatakan siap menghadapi siapa pun yang menghalangi rencananya.
Sebagai Gubernur, ia memiliki otoritas, termasuk akan menjebloskan orang ke dalam penjara.
Tensi semakin naik.
Dialog pun berujung saling marah.
Tokoh adat yang duduk di hadapan Laiskodat berdiri meninggalkanya, kemudian diikuti warga yang lain.
Mereka berbicara sambil berteriak menghitung banyaknya lahan yang sudah mereka relakan untuk berbagai program pemerintah.
Sayangnya, mereka merasa tertekan oleh kekuasaan.
Mereka pergi sambil menyatakan bahwa mereka akan mempertahankan lahan itu sampai titik darah penghabisan.
”Kita tunggu saja. Mau tembak, tembak,” ujar seorang dari mereka.
Mereka seakan rela mati demi lahan adat mereka.
Lahan tak hanya aset, tetapi juga simbol harga diri.
Emanuel Dapa Loka, tokoh muda dari Pulau Sumba, berpendapat, pendekatan Gubernur saat berkomunikasi dengan masyarakat itu tidak tepat.
Ia harus sabar menghadapi masyarakat dan mengajak mereka berbicara dengan kepala dingin.
Perdebatan semacam itu tidak akan dapat menyelesaikan masalah.
”Rakyat telah menganggapnya sebagai orang tua (Ina ama), maka wajar orang datang mengadu dan bertanya. Lalu kalau pertanyaan ’anak-anaknya’ dibalas dengan kata-kata kasar, bahkan mengancam dengan penjara dan menyebut mereka monyet, ini tidak bisa diterima. Sangat melukai hati orang Sumba,” kata Emanuel.
Ia menuturkan, masyarakat Sumba, khususnya Suku Kambera di Sumba Timur, sangat taat kepada pemimpinnya.
Jika pemimpin itu bisa mengambil hati mereka, urusan pasti beres.
Semuanya bisa diselesaikan di atas tikar adat sambil makan sirih pinang.
Ia menyarankan agar Victor sebaiknya minta maaf.
Gaya Lugas
Staf Khusus Gubernur NTT Bidang Komunikasi Politik, Pius Rengka, lewat sambungan telepon mengatakan, kehadiran Viktor ke Sumba bertujuan untuk memastikan kesiapan lahan untuk peternakan sapi wagyu.
Lahan peternakan seluas sekitar 500 hektar itu sudah menjadi milik Pemprov NTT.
Menurut Pius, ada pihak swasta yang terlibat membantu pemerintah dalam program itu lantaran pengembangan sapi wagyu merupakan hal baru di NTT.
Anggaran untuk persiapan lokasi pun bersumbar dari swasta.
Sementara untuk sapi didatangkan sebanyak 100 ekor dari Australia sebagai hibah Kementerian Pertanian kepada Pemprov NTT.
Nilainya sekitar Rp 10 miliar.
Berdasarkan rencana pemerintah, masyarakat setempat dilibatkan dalam program itu lewat berbagai skema pemberdayaan.
Lokasi itu juga nantinya akan menjadi sekolah lapangan dan pusat riset sapi wagyu di Indonesia.
"Tujuan utamanya adalah untuk membangun daerah itu," ucap Pius.
Disinggung mengenai cara komunikasi Viktor, Pius menerangkan, video viral itu hanyalah potongan singkat dari keseluruhan proses dialog Viktor dengan masyarakat adat.
Ia mengakui, Viktor emosi dan marah lantaran ada seorang warga yang terus menyeletuk dan memotong pembicaraan Viktor.
Menurut Pius, itulah cara komunikasi ala Viktor yang lugas.
Gaya lugas dianggap efektif menggerakan orang agar bertindak cepat dalam mengeksekusi suatu program atau kebijakan.
"Ini bukan komunikasi politik yang keliru tetapi pembicaraan lugas itu penting," ujar Pius. [dhn]