WahanaNews.co | Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah VIII Jawa Barat memahami betul pemanasan global atau global warming merupakan tantangan nyata yang harus diatasi bersama.
Menyikapi itu, KCD Pendidikan Wilayah VIII Jabar menginisiasi hadirnya pabrik oksigen melalui penanaman pohon di SMA, SMK dan SLB.
Baca Juga:
Hadapi Krisis Iklim Global di NTT, VCA Gelar Dialog Publik Bertajuk "Suara Bae Dari Timur"
Kepala KCD Wilayah VIII Jabar Drs. Dahyar, M.M menyampaikan upaya menghadirkan pabrik oksigen di setiap sekolah ini akan digencarkan pada akhir 2022 nanti. Di mana saat ini terdapat satu sekolah yang telah menjadi pilot project, yaitu di SLB Negeri Pembina Sumedang.
"Nanti di akhir tahun, akan lebih masif. Karena setiap SMA, SMK dan SLB di KCD VIII akan menaman pohon sebagai upaya menyikapi tantangan, khususnya dari fenomena global warming melalui pabrik oksigen,” katanya.
Dahyar memaparkan, sedikitnya ada 442 satuan pendidikan yang berada di lingkungan KCD Wilayah VIII Jabar. Jumlah tersebut terbagi dari 288 sekolah di Kabupaten Bandung dan 32 sekolah di Kabupaten Sumedang.
Baca Juga:
Ngeri! Bencana Global Bakal Terjadi jika Seluruh Es Antartika Mencair
Adapun formasinya, terdiri dari 34 SMAN, 18 SMKN, 6 SLBN, 104 SMA Swasta, 206 SMK Swasta dan 74 SLB Swasta. Maka dengan setiap sekolah menanam lima pohon saja,menurut dia itu dapat membawa pengaruh yang baik minimal untuk warga sekolah itu sendiri dan tidak menutup kemungkinan untuk masyarakat di sekitar sekolah.
“Dengan adanya gaya hidup yang terus berkembang mengikuti zaman, rasanya karbondioksida merupakan racun yang tidak terhindarkan Dengan menanam satu pohon saja, kita dapat membantu terjadinya pencemaran lingkungan,” paparnya.
Disinggung mengenai ide awal menghadirkan pabrik oksigen ini, dia menjelaskan, diawali dengan adanya sejumlah tantangan yang mesti dihadapi. Di mana salah satunya, yaitu terkait pemanasan global.
Dahyar menilai, bilamana oksigen semakin menipis maka bumi akan dipenuhin oleh CO2 yang memiliki sifat menaikan suhu bumi. Karena itu, pihaknya merasa perlu turut andil dalam mengantisipasi dengan menginisiasi pabrik oksigen di sekolah-sekolah.
“Selain untuk penghijauan, kegiatan tanam pohon ini juga berfungsi sebagai produsen oksigen kan. Karena pohon kan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis," ungkapnya.
Dahyar memastikan, upaya menghadirkan pabrik oksigen di setiap sekolah ini tidak mengandalkan APBD. Melainkan atas keinginan dari masing-masing sekolah yang tidak keberatan untuk merogoh kocek pribadi.
"Dan tidak menutup kemungkinan bilamana nanti bekerjasama dengan pihak yang akan menyediakan pohon itu, seperti dinas dinas terkait dan yang lainnya," katanya.
Untuk jumlah dan jenis pohon di setiap sekolah, dia menyampaikan, disesuaikan dengan lahan yang tersedia di sekolah tersebut. Bilamana ada sekolah yang tidak memiliki lahan, menurut dia, ada sejumlah solusi untuk tetap mengikuti gerakan ini.
"Jika di sekolah tersebut tidak memiliki tanah atau lahan terbuka, bisa saja solusinya dengan menggunakan pot, poly bag dan yang lainnya. Kalau untuk jenis pohonnya itu buah-buahan, seperti mangga dan yang lainnya," terangnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Sekolah SLB Negeri Pembina Isaris Arwianti mengatakan pabrik oksigen yang berada di sekolahnya ditanam pada lahan seluas 3 hektare. Dia menyebut saat ini sudah ada sekitar 600 pohon buah-buahan yang telah ditanam di lahan kosong yang sebelumnya banyak ditumbuhi rumput dan ilalang hingga setinggi atap rumah.
"Buah-buahan bisa dimanfaatkan untuk dimasak, kedua untuk pembelajaran juga," jelas Isaris.
Dengan ditumbuhi oleh pohon yang bermanfaat juga, menurut dia, dapat menghilangkan biaya potong rumput. Sebab, dengan hadirnya pabrik oksigen, lahan tersebut otomatis harus terbebas dari rerumputan. Bahkan, lingkungan SLB Negeri Pembina Sumedang pun kini dipenuhi pepohonan yang menghasilkan oksigen dan buah.
"Ya buahnya, ya oksigennya. Itu lah kenapa mau ngambil pabrik oksigen," ucapnya.
Menurut Isaris, jika program ini dilakukan di seluruh sekolah yang berada di lingkungan KCD Pendidikan Wilayah VIII Jabar, terutama di SLB maka akan menjadikan SLB kian berkembang. Apalagi jika nantinya dilaksanakan di seluruh sekolah yang ada di Jabar.
Hadirnya pabrik oksigen juga, menurut dia, cocok diterapkan di SLB sebagai perwujudan kurikulum merdeka. Terlebih dalam kurikulum merdeka ada yang dinamakan korikuler untuk mengembangkan pengetahuan siswa di luar jam pelajaran.
"SLB untuk akademik susah sekali. Jadi, saya berpikir dengan adanya kurikulum merdeka sangat cocok untuk di SLB dimana ada bermacam-macam hambatan," kata Isaris. [sdy]