WahanaNews.co | Liputan Project Multatuli terkait kasus dugaan pemerkosaan tiga anak di bawah umur yang diduga dilakukan ayahnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, bikin heboh dunia maya belakangan ini.
Liputan berjudul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan” dan ditulis oleh Eko Rusdianto serta disunting oleh Fahri Salam ini, mendapat perhatian dari banyak pihak.
Baca Juga:
Viral di Medsos Santri di Luwu Timur Dianiaya Teman Secara Sadis
Bahkan, website projectmultatuli.org mengalami peretasan dan dicap hoaks atau berita bohong oleh Polres Luwu Timur.
Eko Rusdianto mengungkapkan alasannya menulis kasus pemerkosan di Luwu Timur dan beberapa hal yang berkaitan dengan investigasinya.
Eko Rusdianto mengetahui kasus ini sejak tahun 2019, di mana dia mulai membaca laporan dan dokumen kasus pemerkosaan tersebut di LBH Makassar.
Baca Juga:
Tim SAR Basarnas Kendari Cari Wanita Hilang di Kebun Luwu Timur
“Tahun 2019, kasus ini dihentikan di Makassar, itu ketika teman-teman LBH dan saya mulai membaca laporan itu. 2019, saya di LBH membaca semua laporannya, dokumen-dokumennya,” kata Eko Rusdianto.
Eko mengaku pada tahun 2020 sempat sudah ingin menuliskan kisah Ibu Lydia, namun urung karena belum memiliki perspektif banyak tentang penyintas dan perempuan.
Dia lalu belajar kepada rekannya yang merupakan aktivis perempuan dan berdiskusi terkait bagaimana cara berkomunikasi dengan para penyintas.
“2021, teman-teman di Multatuli mengontak bahwa akan menulis tentang kasus-kasus yang mandek, saya mengusulkan tentang kekerasan seksual,” ujarnya.
Eko mengatakan bahwa sebenarnya ada banyak kasus serupa di Sulawesi Selatan. Namun, karena kasus ini melibatkan anak dibawah umur, Project Multatuli memutuskan untuk menulis liputan tentang kasus pemerkosaan di Luwu Timur.
“Akhirnya teman-teman menyepakati bahwa, oke kita menulis tentang kasus kekerasan seksual yang ada di Luwu Timur, karena ini tentang anak dan ini sangat penting menurut teman-teman Multatuli dan juga saya sebetulnya,” jelas Eko.
Selama proses peliputan, Eko membaca banyak dokumen yang diperlukan untuk laporannya serta melihat video rekaman yang disimpan Lydia selama memperjuangkan keadilan ketiga anaknya.
Dia mengaku beruntung mendapatkan kepercayaan dari Lydia yang kemudian menceritakan bagaimana prosesnya melaporkan kasus yang menimpa anaknya hingga penyelidikan dihentikan polisi.
“Ini keburuntungan menurut saya. Saya tidak bilang kenapa dia memercayai saya, mungkin ini keberuntungan dari saya. Saya kontak-kontakan sebelum saya ketemu, dan dia bicara tentang itu.”
Dia bercerita, bahwa dia cukup banyak berkomunikasi dengan Lydia untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai kasus tersebut.
Dalam salah satu sesi wawancara, Lydia memberikan kepercayaan kepada dirinya agar suaranya dapat didengar oleh publik.
“Oke, saya percaya kau, dek. Ayo kita jalan sama-sama. Kemudian kalau kau menulisnya, apa pun, suara ini didengar,” kata Eko menirukan perkataan Lydia.
Kata-kata Lydia tersebut diakuinya membuat tulisan tersebut mandek hampir tiga hari karena kepercayaan yang cukup besar.
Eko menegaskan, dirinya tidak memiliki tendensi apa pun kepada polisi seperti banyaknya spekulasi yang bermunculkan soal dirinya hingga tagar #PercumaLaporPolisi menggema.
Ekor Rusdianto hanya ingin menyuarakan suara dari Lydia yang justru mendapat stigma ‘gila’ oleh masyarakat Luwu Timur gegara memperkarakan mantan suaminya.
“Saya hanya sebagai wartawan yang menyampaikan suara orang-orang yang dipinggirkan, suara orang-orang yang tidak mau didengar karena stigma dia di Luwu Timur dianggap dia yang gila.”
Usai liputannya terbit di laman projectmultatuli.org, Rabu (6/10/2021), dan menjadi ramai di media sosial, laman Project Multatuli diretas dan mendapat serangan DdoS (Distributed Denial of Service).
Menanggapi hal tersebut, Eko mengatakan, serangan tersebut sama saja dengan pemberedelan.
“Saya juga heran, kenapa orang-orang meng-hack website Multatuli. Zaman sekarang ternyata kita masih mengalami itu. Jika dulu pembredelan, sekarang adalah serangan digital itu. Saya merasa bahwa ini bagian dari tantangan jurnalisme sekarang di era digital,” tandasnya. [qnt]