WahanaNews.co | Petugas dari Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT), mendalami percakapan grup WhatsApp antara polisi dan jurnalis di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang viral.
Percakapan dalam grup itu berisi ancaman kekerasan terhadap wartawan Tribun Flores.com, Patrianus ‘Patrick’ Meo Djawa.
Baca Juga:
TNI-Polri Tangkap Pengendara Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal
"Tim kita sejak kemarin sudah di Nagakeo," kata Kepala Bidang Propam Polda Komisaris Besar Polisi Dominicus Savio Yempormase, mengutip Kompas.com, Rabu (26/4/2023) petang.
Tim dari Propam Polda NTT lanjut dia, akan menyelidiki informasi itu dengan memeriksa sejumlah pihak terkait.
"Intinya kita melakukan penyelidikan terkait berita viral beberapa hari terakhir di Negekeo," kata Dominicus.
Baca Juga:
Polres Fakfak Tangkap Pelaku Ujaran Kebencian, Viral di Facebook
Dominicus pun tak menjelaskan secara detail berapa lama proses penyelidikan di Negekeo.
"Tim kita nanti berapa lama di Nagekeo kita belum tentukan. Artinya lebih cepet lebih baik," kata dia.
Kepala Kepolisian Daerah NTT Inspektur Jenderal Polisi Johni Asadoma Johni, tak segan-segan memberi tindakan tegas, bila anggotanya melakukan pelanggaran ataupun kesalahan.
"Semua yang bersalah, apalagi menyakiti masyarakat pasti ditindak," tegas Johni.
Sebelumnya diberitakan, sebuah tangkapan layar percakapan grup WhatsApp antara polisi dan jurnalis di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berisi ancaman kekerasan terhadap wartawan Tribun Flores.com (Kompas Gramedia Grup) Patrianus ‘Patrik’ Meo Djawa, viral di media sosial.
Grup WA tersebut beranggotakan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Negekeo, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Yudha Pranata dan sejumlah wartawan.
Dalam tangkapan layar grup WA bernama KH Destro, tampak Kapolres Nagekeo Yudha memposting sejumlah pesan.
Isinya, "All Destro. Hubungi Patrik untuk minta wawancara klarifikasi tentang laporan dari Ketua Suku Nataia. Sekarang!!!. Bukti chat WA ke Patrick segera di screenshot. Sebagai bukti bahwa kita sudah meminta klarifikasi kepada Patrick. Bikin dia stress. Baru buat catatan kaki, sampai berita ini diturunkan saudara Patrick belum bisa memberikan klarifikasi,"tulis Yudha dalam pesan itu.
Tulisan Yudha, kemudian ditanggapi beragam oleh beberapa nama lainnya yakni seperti Elang-D yang menulis "Ini maunya apa anak Tribun". Kemudian dibalas Udin Minndonews "Maunya kita patahkan rahangnya Bang".
Kemudian, nama Kae Sherif See Sergap menulis "Ade atur dulu, urusan belakangan". Lalu, nama Elang-D kembali menulis, "Coba cara baik-baik dulu. Kalau gak baru dijadikan sampah".
Terkait hal itu, Kapolres Negekeo AKBP Yudha Pranata, membenarkan grup WhatsApp itu dan tulisan yang dia buat.
"Betul itu chat saya, sebagai bentuk pembinaan dan juga sebagai mitra Polri dalam bentuk penyiaran berita yang tidak pernah kita tutupi," kata Yudha, melansir Kompas.com, Rabu (26/4/2023).
"Semua itu ada asal muasalnya. Dimulai dari kasus pengadangan mobil saya oleh pemuda yang mabuk, yang akhirnya saya cabut dan maafkan mereka. Sampai direkayasa adanya kriminalisasi wartawan," sambung Yudha.
Yudha kemudian membeberkan kejadian yang bermula pada Minggu (9/4/2023) sore sekitar pukul 17.30 Wita.
Waktu itu, Yudha bersama anggotanya sedang mengecek Markas Komando Polres Nagekeo, untuk persiapan pergeseran dari kantor lama di Danga ke kantor baru di Aeramo.
Dalam perjalanan pulang untuk kembali melaksanakan buka puasa, Yudha yang saat itu menumpang mobil pribadinya jenis Mitsubishi Pajero warna putih dengan nomor polisi L 1901 TO diadang sekelompok pemuda yang dalam kondisi mabuk minuman keras.
"Para pemuda mabuk lalu memukul mobil di sebelah kiri depan di bawah lampu depan, sehingga pengunci spakbor sebelah kiri patah,"ungkap Yudha.
Setelah itu, ajudan dan sopirnya turun menanyakan maksud dan tujuan mengadang dan memukul mobil yang ditumpangi Kapolres.
"Tetapi mereka masih dalam pengaruh alkohol menantang berkelahi dan memukul driver kami. Setelah saya turun baru pemuda tersebut tahu bahwa dalam mobil tersebut ada Kapolres dan hanya empat orang yang masih terus kacau karena dalam pengaruh miras," ungkap Yudha.
Salah satu pelaku yang memukul mobil dan sopirnya, langsung diamankan di sebelah rumah milik warga bernama Dus Baka.
Karena masih berontak dan terus mengancam, pemuda mabuk itu lalu diamankan dan diikat salah satu tangannya dengan tali jemuran disebelah rumah warga tersebut.
"Setelah itu pelaku kami lepaskan ikatannya dan kami beri arahan supaya tidak banyak gerakan lagi," kata Yudha.
"Lalu empat orang tersangka itu kami amankan dan kami bawa ke Polsek untuk diproses," tambah Yudha.
Orangtua empat tersangka lanjut Yudha, malah menitip kepada polisi untuk dibina agar tidak mengulang lagi perbuatan mereka.
Perkara ini kata Yudha, sudah selesai dan para tersangka sudah dikembalikan kepada keluarga mereka dan laporannya sudah dicabut.
Setelah itu, keluarga Suku Nataia meminta maaf kepada polisi dan dalam upacara adat Suku Nataia mengembalikan kehormatan Polres Nagekeo.
"Berita tersebut didramatisir dan diputarbalikkan faktanya oleh Primus Dorimulu, adik kandung Bupati Nagekeo dari Berita Satu," ungkap Yudha.
Padahal kata Yudha, situasi dan kondisi wilayah Aeramo aman terkendali. Masyarakat Aeramo sangat antusias dengan kehadiran pihaknya di Markas polres Nagekeo yang baru.
Pasca kejadian, lanjut Yudha, Ketua suku Nataia melaporkan secara resmi kepada Polres Nagekeo oknum wartawan Tribun Flores dan Pos Kupang yang bernama Patrick Meo Jawa, yang menulis berita pengadangan mobil Kapolres Nagekeo.
Yudha menyebut, dalam berita itu wartawan Tribun menulis berita dengan narasi keponakan kepala Suku Nataia ditangkap Polres Nagekeo karena mengadang dan memukul mobil Kapolres Nagekeo.
Almarhum orangtua Ketua Suku Nataia telah memberikan tanah kepada Polres Nagekeo.
"Akibat narasi berita tersebut ketua Suku Nataia merasa tersinggung dan merasa dirugikan, karena pemberitaan pemberian tanah kepada Polres Nagekeo tidak ada hubungannya dengan perkara yang dihadapi keponakan kepala Suku Nataia," kata Yudha.
"Karena pemberian tanah yang diberikan almarhum orangtua Kepala Suku Nataia tidak boleh diungkit lagi, karena itu menurut mereka sangat pamali," sambung Yudha.
Menurut Yudha, meski telah menerima laporan, tapi pihaknya belum memroses kasus itu, karena masih berkoordinasi dengan Dewan Pers, apakah tulisan wartawan Tribun Flores masuk ranah pidana atau tidak.
Di sisi lain, solidaritas pemuda Suku Nataia membuat pernyataan kepada Polres Nagekeo untuk meminta kasus pencemaran dan penghinaan nama suku tetap diproses.
Menanggapi itu, Yudha pun telah memberikan imbauan untuk seluruh Suku Nataia, agar tidak main hakim sendiri dan melanggar hukum dengan melakukan kekerasan terhadap oknum wartawan Tribun tersebut.
Menurut Yudha, oknum wartawan Tribun Flores atas nama Patrik sering menulis hal-hal buruk tentang Polres Nagekeo.
Sehingga, seluruh masyarakat Nagekeo mengecam segala bentuk penggiringan opini melalui media massa mengenai Polres Nagekeo.
"Link berita tersebut sudah diganti atau diubah oleh oknum wartawan tersebut, tetapi masih dengan link berita yang sama. Sampai detik ini, oknum wartawan tersebut belum memberikan hak jawab kepada ketua Suku Nataia atas pemberitaan yang dimuatnya," kata Yudha.
Terkait semua kejadian itu, Yudha mengaku siap menghadapinya. "Tugas pokok kami Polri yang paling utama adalah Keamanan dan ketertiban masyarakat. Silahkan dilihat langsung kondisi Nagekeo saat ini, sangat aman dan kondusif," kata Yudha.
Yang tidak kondusif, lanjut dia, hanya media sosial dan media online yang dinarasikan oleh orang dari luar Nagekeo.
"Tetapi semua kejadian ini sudah menjadi rencana Tuhan yang Maha Esa. Biarkan Tuhan yang Maha Esa yang menyelesaikannya juga," pungkasnya. [eta]