WahanaNews.co | Kasus dugaan korupsi benur atau lobster yang menyeret
nama Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinilai mampu mempengaruhi
konstalasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tangerang Selatan
(Tangsel) 2020.
Demikian diungkapkan
Direktur Eksekutif Romeo Strategic Research and Consulting (RSRC), A Khoirul
Umam, Rabu (25/11/2020).
Baca Juga:
MK Koreksi Total Jadwal Pemilu, Pemilih Tak Lagi Harus Mencoblos 5 Kotak Sekaligus
"Berpotensi berdampak pada elektabilitas paslon,"
ungkap Khoirul dalam keterangan resminya.
Terlebih isu korupsi yang menyeret elit pemerintahan
ini, paling tidak telah menunjukkan bahwa kasus penyelewengan uang negara ini
dapat menjadi salah satu masalah penting yang mempengaruhi perilaku politik
pemilih di Tangsel.
"Jadi, tim sukses yang berpotensi menghadapi tudingan
keterlibatan terkait kasus korupsi benur yang diungkap KPK, perlu
mengantisipasi dan mampu menjelaskan kepada basis pemilih loyalnya," jelas
Khoirul.
Baca Juga:
Pemilihan di Daerah Mundur ke 2031, Ini Putusan Mengejutkan MK soal Pilkada dan DPRD
Pengungkapan kasus korupsi tersebut, kata Khoirul,
setidaknya dapat dijadikan masyarakat Tangsel sebagai referensi untuk memilih
pemimpin di Pilkada Tangsel, Desember mendatang.
"Untuk mencari pemimpin yang bersih dan
berintegritas," pungkasnya.
Terpisah, aktivis antikorupsi, Muhammad
Ridwan Dalimunthe,
menyatakan,
penangkapan Edhy Prabowo harus menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengusut
pihak-pihak lain yang terkait dengan ekspor benur, termasuk perusahaan-perusahaan
yang mendapatkan karpet merah untuk mengurusi ekspor anak lobster itu.
"Saya yakin penangkapan Edhy Prabowo menjadi babak
awal bagi KPK untuk mengungkap siapa saja yang bermain dalam kasus tersebut,"
ujarnya.
Dalimunthe menilai, komisi antirasuah juga bisa
melakukan penangkapan kepada pihak-pihak yang dicurigai terlibat.
Seperti diketahui, pembukaan ekspor benur yang
diinisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPK) di bawah kepemimpinan Edhy
Prabowo memberikan kewenangan kepada sejumlah perusahaan yang kemudian
diketahui terafiliasi dengan salah satu parpol.
Dari 30 perusahaan yang diberikan izin, salah satunya
yakni PT. Royal Samudera Nusantara yang mencantumkan nama Ahmad Bahtiar
Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas
Indonesia Raya.
Selain itu, ada juga PT. Bima Sakti Mutiara yang
terdapat nama Rahayu Saraswati sebagai Direktur Utama.
Rahayu Saraswati merupakan Wakil Ketua Umum Gerindra
yang kini sedang mencalonkan diri di Pilkada Tangsel sebagai Wakil Walikota.
Menurut Dalimunthe, pemeriksaan dan penangkapan bisa
saja dilakukan KPK untuk mengusut dugaan korupsi ekspor benur. Karena
pemeriksaan dan penangkapan merupakan kewenangan penuh penyidik komisi
antirasuah dengan menempatkan sejumlah pertimbangan.
"KPK wajib memanggil dan bila perlu menangkap
pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi, termasuk Rahayu
Saraswati. Pilkada tidak boleh jadi alasan tidak dipanggilnya yang
bersangkutan. Salah satu tujuan pemanggilan itu agar seseorang yang dianggap
tahu dan terlibat dalam pusaran korupsi tidak melarikan diri atau karena dasar
alasan lainnya," ungkapnya.
Dugaan korupsi terkait ekspor benur juga sempat
disuarakan Indonesia Corruption Watch
(ICW).
ICW menduga ada praktik nepotisme di balik
keterlibatan sejumlah kader Gerindra, termasuk perusahaan miliki Rahayu
Saraswati, sebagai pihak yang mendapatkan jatah ekspor benih lobster. [dhn]