WahanaNews.co | Investigator Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan memaparkan beberapa pemicu terjadinya kecelakaan truk di Balikpapan, Kalimantan Timur beberapa waktu lalu.
Menurut Wildan ada tiga pemicu kecelakaan truk di Jalan Soekarno-Hatta, Simpang Muara Rapak, Balikpapan hasil menggali informasi dari sopir truk.
Baca Juga:
Diduga Peserta Takbir Keliling DIY Aniaya Pengantar Pasien Kritis
"Pertama, pengemudi pada saat masuk turunan itu menggunakan gigi empat. Sekalipun (dia) ngomong sehabis itu dia masuk gigi tiga, saya tidak percaya. Karena saya kan pengemudi juga, saya asesor kompetensi pengemudi, jadi saya paham betapa sulitnya memindahkan gigi ketika di turunan dalam kondisi pedal kopling nggak bisa diinjak," kata Wildan di Purwakarta, Kamis (27/1).
"Kemudian pengemudi menjelaskan, jarum rpm menunjuk angka 5, pedal rem keras. Oke, berarti di sini masalahnya angin tekor. Saya minta tim investigator ngecek, coba cek gap atau celah kampas dengan rem, ketemu, (ada gap) lebih dari 2 mm," lanjut Wildan.
Selain penyebab kecelakaan adalah karena menggunakan "klakson telolet". Klakson telolet yang dipasang pada truk secara menyalahi teknis pemasangan yang berakibat tidak berfungsinya sistem rem.
Baca Juga:
Bukan Hanya Warga, 3 Kepala Desa Kecamatan Laguboti Juga Melarang Truk TPL Melintas dari Desanya
Umumnya klakson telolet memanfaatkan angin dari tabung yang dibuat terpisah, namun pada truk tersebut menggunakan tabung angin yang sama untuk kebutuhan rem dan klakson.
Teknis pemasangan seperti itu diakui Ahmad dilarang karena menggunakan satu sumber udara dari tabung yang sama. Tabung udara khusus untuk klakson fungsinya agar tidak mengganggu sistem pengereman.
"Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia boros (angin). Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (angin)," jelas Wildan mengutip detikcom.
"Jadi gini, celah rem, kampas dengan tromol sama klakson telolet, itu ketika beroperasi di jalan mendatar nggak masalah. Karena buang angin, nanti diisi lagi, kan ngegas terus. Tapi pada saat jalan turun, nggak akan punya kesempatan ngisi (angin). Hanya buang aja. Begitu buang tanpa ngisi, saya yakin dua tiga kali injekan, dua tiga kali nglakson selesai. Dia nggak bisa lagi nginjak pedal rem. Nah itulah kasus yang terjadi di Balikpapan. Jadi kasusnya adalah angin tekor," ujar Ahmad.
"Namun intinya adalah bahwa kita harus memberikan edukasi kepada pengemudi. Kalau di jalan menurun, jangan gunakan gigi tinggi, jangan ngerem pakai service brake karena akan ketemu tiga hal. Kalau kondisi kendaraan bagus semua akan ketemu brake fading.
Kalau ketemu gap kampas dan remnya renggang, ketemu angin tekor. Kalau misalkan remnya ada kandungan air, akan ketemu vapor lock. Tiga-tiganya (bikin) rem blong," tutup Ahmad. [qnt]