WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau M Syahrir selama 20 hari terkait dengan kasus dugaan suap pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit.
Penahanan dilakukan setelah tim penyidik KPK memeriksa Syahrir sebagai tersangka pada Kamis (1/12) ini.
Baca Juga:
Hamili Pacar namun Nikahi Orang Lain, Anggota Polres Kuansing Dilaporkan ke Propam
"Untuk tersangka MS [M Syahrir] dilakukan penahanan oleh tim penyidik selama 20 hari pertama terhitung 1 Desember 2022 sampai 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Kantornya, Kamis (1/12).
Syahrir diduga menerima suap sebesar Sin$120.000 (setara dengan Rp1,2 miliar) dari kesepakatan Rp3,5 miliar terkait perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari (AA).
Uang Rp1,2 miliar itu bersumber dari kas PT AA dan diserahkan General Manager PT AA Sudarso di rumah dinas Syahrir pada September 2021.
Baca Juga:
KPK Geledah Kanwil BPN Riau Terkait Kasus Dugaan Suap HGU Kebun Sawit
Syahrir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Kasus dugaan suap ini melibatkan pemegang saham PT AA Frank Wijaya yang sudah lebih dulu ditahan KPK di Rutan Polres Jakarta Selatan. Sementara Sudarso saat ini tengah menjalani penahanan terkait kasus lain.
Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra, di mana ia telah divonis dengan pidana 5 tahun dan 7 bulan penjara serta pidana denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
Andi Putra dinilai terbukti menerima suap terkait dengan pengurusan perpanjangan izin HGU PT AA. Suap diberikan oleh Sudarso yang telah divonis dengan pidana dua tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Namun, kasus itu belum inkrah karena jaksa KPK dan Andi Putra mengajukan banding.
Syahrir diduga juga menerima sejumlah uang yang tergolong sebagai gratifikasi.
Pada kurun waktu September 2021-27 Oktober 2021, Syahrir menerima sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadi maupun pegawai BPN Riau sejumlah Rp791 juta dari Frank Wijaya.
Lebih lanjut, pada kurun waktu 2017-2021, Syahrir disebut menerima gratifikasi sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya selaku Kakanwil BPN di beberapa provinsi. Penerimaan itu akan didalami tim penyidik KPK.[zbr]