WahanaNews.co, Jakarta - Penurunan suhu ekstrem di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) memicu fenomena embun es, yang dikenal masyarakat lokal sebagai embun upas, di beberapa titik.
"Embun upas atau frost adalah fenomena yang sering muncul, khususnya di TNBTS selama musim kemarau," ujar Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS, Septi Eka Wardhani, mengutip Kompas, Selasa (16/7/2024).
Baca Juga:
Rekor Malam Natal Terdingin Menyergap Sejumlah Negara Bagian AS
Eka menjelaskan bahwa embun upas terjadi karena udara dingin yang dibawa oleh angin monsun timur dari benua Australia.
Fenomena ini terjadi saat suhu udara mencapai kisaran 5-9 derajat Celsius, dan hanya dapat ditemui pada pagi hari sebelum matahari terbit sepenuhnya. Embun upas akan menghilang ketika matahari mulai naik.
Pada musim kemarau, cuaca cenderung lebih dingin karena penurunan suhu yang signifikan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus.
Baca Juga:
Suhu Udara 0 Derajat Celsius, Embun Salju Selimuti Kaki Gunung Semeru
"Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya terlihat semakin eksotis. Pemandangan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik," tambahnya.
Ia mengimbau para calon pengunjung kawasan wisata Bromo untuk mempersiapkan diri dengan mengenakan pakaian dan jaket tebal, serta memakai sarung tangan dan penutup kepala seperti kupluk atau kerpus.
"Bagi yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisinya sebaik mungkin," tambahnya.
BMKG juga menghimbau kepada Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang mengalami musim kemarau bawah normal (lebih kering dari biasanya).
"Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan sumber air," ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]