Dan yang terakhir ketiga yaitu, setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap hak asasi manusia. Pendekatan yang lebih humanis dan berempati terhadap kondisi warga Jakarta perlu dikedepankan.
Baca Juga:
Gubernur Diminta Evaluasi Ulang Proses Tender Perawatan Gedung Dinas Teknis Jati Baru
Kebijakan penonaktifan NIK warga Jakarta merupakan cermin dari tantangan besar dalam pengelolaan administrasi kependudukan di kota metropolitan ini. Mengambil langkah drastis tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang hanya akan memperparah situasi.
Seperti pepatah "buruk rupa cermin dibelah," Pemprov DKI Jakarta harusnya melihat ke dalam, memperbaiki sistem yang ada, dan mencari solusi yang lebih bijak dan berkelanjutan. Dengan begitu, permasalahan kependudukan dapat diselesaikan tanpa harus mengorbankan hak-hak dasar warga.
Dalam hal ini, Heru Budi Hartono adalah hanya Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, bukan gubernur yang dipilih oleh warga Jakarta.
Baca Juga:
Pj. Gubernur Adhy: Selamat Menjalankan Tugas, Utamakan Kepentingan Rakyat
Sebagai Pj Gubernur, ada ketentuan yang melarangnya mengambil keputusan penting tanpa persetujuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), seperti yang diatur dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008. Ketentuan ini melarang Pejabat Gubernur membuat kebijakan yang bertentangan dengan program pemerintah sebelumnya.
“Jika kebijakan Pj Gubernur Heru Budi Hartono tentang penonaktifan NIK warga Jakarta ini dianggap sebagai keputusan penting dan bertentangan dengan kebijakan program gubernur sebelumnya, maka warga Jakarta dapat menggugat kebijakan ini, terutama jika kebijakan tersebut belum mendapat izin dari Mendagri,” tutup Sugianto.
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.