WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kejadian memilukan menimpa seorang nenek di Surabaya ketika rumah yang telah ia tempati bertahun-tahun diratakan secara paksa, menghadirkan potret konflik agraria yang berujung kekerasan terhadap warga lanjut usia.
Seorang nenek asal Surabaya, Elina Wijayanti (80), mengalami pengusiran paksa dari rumahnya di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, yang berujung pada pembongkaran bangunan secara sepihak tanpa putusan pengadilan, Rabu (24/12/2025).
Baca Juga:
Puluhan Rumah Warga di Pulogebang Digusur PN Jaktim
Kuasa hukum korban, Wellem Mintarja, menuturkan kliennya didatangi puluhan orang yang memaksa mengosongkan rumah meski tidak ada dasar eksekusi hukum yang sah.
“Kurang lebih ada 20 sampai 30 orang yang datang dan melakukan pengusiran secara paksa, ini jelas eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem.
Peristiwa tersebut terjadi pada siang hari ketika Elina menolak meninggalkan rumahnya, hingga ia ditarik dan diangkat paksa oleh empat sampai lima orang demi mengosongkan bangunan.
Baca Juga:
Kabar Terkini, Gusur Kampung Tembesi Tower, Ribuan Aparat Gabungan di Turunkan
Di dalam rumah saat kejadian juga terdapat anak-anak, termasuk balita berusia lima tahun, bayi berusia satu setengah bulan, serta ibu dan lansia lain yang ikut menjadi saksi situasi mencekam tersebut.
“Korban ditarik, diangkat, lalu dikeluarkan dari rumah, ada saksi dan videonya,” ungkap Wellem.
Akibat perlakuan kasar itu, Elina mengalami luka fisik berupa bibir berdarah dan memar di wajahnya akibat benturan saat diseret keluar rumah.
Beberapa saat setelah para penghuni dipaksa keluar, rumah tersebut dipalang dan dilarang dimasuki kembali, sebelum akhirnya alat berat datang beberapa hari kemudian untuk meratakan bangunan hingga rata dengan tanah.
Elina mengungkapkan bahwa sebelum pembongkaran, barang-barang di dalam rumah diangkut menggunakan mobil pikap tanpa seizin penghuni.
“Hidung dan bibir saya berdarah, wajah saya juga memar,” tutur Elina.
Selain luka fisik, Elina mengaku kehilangan seluruh barang miliknya, termasuk dokumen dan sertifikat penting yang diduga raib saat proses pengosongan paksa berlangsung.
Ia pun menuntut pertanggungjawaban atas hilangnya dokumen serta kerusakan total rumah yang telah ia huni sejak 2011.
“Barang saya hilang semua, ada beberapa sertifikat juga, ya minta ganti rugi,” kata Elina.
Atas peristiwa tersebut, kuasa hukum telah melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR terkait dugaan pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP.
Wellem menegaskan laporan akan terus dikembangkan secara bertahap, termasuk dugaan pencurian dokumen serta masuk pekarangan orang tanpa izin.
Kasus ini turut mendapat perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Armuji yang melakukan inspeksi mendadak ke lokasi kejadian, Rabu (25/12/2025).
Ketua RT setempat, Leo, menjelaskan bahwa berdasarkan data kelurahan hingga Agustus 2025, status lahan tersebut masih tercatat atas nama Elisabeth yang merupakan saudara kandung Elina.
Sementara itu, Samuel selaku pihak yang mengklaim sebagai pembeli menyatakan telah membeli rumah tersebut secara sah sejak 2014 dan mengaku telah meminta Elina keluar berulang kali.
“Saya sudah beberapa kali menyampaikan ke Bu Elina untuk keluar karena ini sudah rumah yang saya beli, tapi beliaunya tetap enggak percaya, akhirnya ya mau enggak mau saya lakukan secara paksa,” kata Samuel.
Ia juga membantah tudingan penghilangan barang, dengan menyebut barang-barang keluarga Elina telah dikirim menggunakan satu mobil pikap kepada salah satu anggota keluarga sebelum pembongkaran.
Menanggapi konflik tersebut, Armuji menegaskan bahwa proses eksekusi lahan tidak boleh dilakukan sepihak, terlebih dengan melibatkan preman tanpa putusan pengadilan.
“Tindakan brutal ini kalau sampean pakai bawa-bawa preman, meskipun sampean punya surat sah, tetap tindakan sampean bisa dikecam satu Indonesia,” tegas Armuji.
Ia juga meminta aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap oknum ormas yang terlibat demi menjamin rasa keadilan bagi warga Surabaya.
“Oknum seperti ini, tolong organisasi Madas ditindak tegas, laporkan ke kepolisian orang-orang seperti ini biar nanti ada keadilan di sana,” kata Armuji.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini].