WahanaNews.co | Hayin Suhikto, mantan Kepala Kejaksaan Negeri
(Kajari) Indragiri Hulu (Inhu), telah dinyatakan bersalah lantaran memeras 64 Kepala Sekolah Menengah
Pertama (SMP).
Tak
hanya Hayin, dua orang mantan bawahannya pun dinyatakan bersalah dan ikut
terlibat melakukan pemerasan.
Baca Juga:
Aman dan Lancar! Dishub Sumut Siapkan 12 Posko untuk Arus Mudik Nataru 2025
Kini, bila tidak melakukan upaya hukum lanjutan, Hayin Suhikto bakal mendekam di dalam bui selama lima tahun, sesuai vonis hakim.
Bagaimana
perjalanan kasusnya?
Baca Juga:
Pemerintah Himbau WNI Tidak Lakukan Perjalanan ke Timur Tengah
Berawal dari Kepsek Mundur Massal
Kasus
pemerasan yang dilakukan Hayin mulai diketahui saat 64 Kepala SMP di Inhu
mengundurkan diri secara bersama-sama pada Selasa (14/7/2020).
Pihak
Inspektorat pun mengendus adanya dugaan pemerasan kepada para kepala sekolah.
Para
kepala sekolah tersebut mengaku tak tahan mendapatkan tekanan dalam mengelola
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Di
antaranya, ada informasi bahwa mereka (Kepala Sekolah) dilakukan pemerasan oleh
oknum dari penegak hukum. Ini merupakan informasi yang sangat berat, apakah ini
benar-benar terjadi atau tidak, kami akan melakukan pemeriksaan lebih
lanjut," kata Kepala Inspektorat Inhu, Boyke Sitinjak, saat
itu.
Dinas
Pendidikan pun terkejut, karena saat itu banyak tugas yang harus diselesaikan oleh Kepala Sekolah.
"Saya
selaku Kepala Dinas sangat terkejut, karena kita baru masuk sekolah SMP pada 13
Juli 2020 kemarin di masa pandemi Covid-19 ini. Kemudian, ada ijazah-ijazah dan
rapor yang harus ditandatangani," sebut Plt Kepala Dinas Pendidikan Inhu,
Ibrahim Alimin.
Tak Nyaman Kelola BOS
Menurut
Ibrahim, para Kepala Sekolah ingin menjadi guru biasa, karena tidak nyaman mengelola dana
BOS.
Sebab, mereka
mengaku diperas hingga puluhan juta rupiah.
"Alasan
mengundurkan diri, karena mereka mengaku merasa terganggu dan tidak nyaman
mengelola dana BOS. Sementara mereka mengelola dana BOS kan tidak banyak. Ada yang dapat Rp 56 juta, Rp 53 juta, dan
ada Rp 200 juta per tahun," kata Ibrahim.
Meski
surat pengunduran diri para Kepala Sekolah sudah resmi diserahkan, keputusan tetap menunggu
Bupati Inhu.
Setelah
diselidiki, ternyata ada dugaan keterlibatan tiga orang dari kejaksaan dalam praktik
pemerasan.
Mereka
adalah Kepala Kejari Inhu, Hayin Suhikto, dan dua orang anak buahnya, Ostar
Alpansari (mantan Kepala Seksi Pidana Khusus) dan Febri (mantan Kepala Sub Seksi).
Kepsek Kembali Kerja, Hayin Dibui 5 tahun
Tak
berselang lama, para Kepala Sekolah akhirnya kembali bekerja setelah mendapatkan kepastian
dari Kejaksaan Tinggi Riau untuk menangani kasus itu.
Proses
penyelidikan berlanjut hingga persidangan di PN Pekanbaru.
"Menyatakan
terdakwa Hayin Suhikto terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Menghukum
terdakwa dengan pidana 5 tahun penjara, dipotong masa tahanan," ujar Hakim
Saut Maruli, saat membacakan amar putusan.
Hayin
Suhikto dianggap melanggar Pasal 23 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Pasal 421 KUHP.
Sedangkan
Ostar dan Febri, yang merupakan anak buah Hayin saat itu,
dihukum 4 tahun penjara karena terbukti terlibat pemerasan 64 Kepala Sekolah
tersebut.
Apresiasi LKBH PGRI Riau
Ketua
Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Riau, Taufik Tanjung,
menilai, vonis tersebut memberikan keadilan bagi para Kepala Sekolah.
"Alhamdulillah,
vonis yang diberikan majelis hakim PN Pekanbaru lebih tinggi dari tuntutan
jaksa. Ini telah sesuai rasa keadilan dan kita mewakili para guru menerima
vonis majelis," kata Taufik Tanjung kepada wartawan, Rabu (17/3/2021).
Vonis
juga menjawab keresahan bagi seluruh Kepala Sekolah di Kabupaten Inhu yang diperas para pejabat Kejari
itu.
"Keresahan
guru-guru kita sudah terjawab," ucap Taufik. [dhn]