WahanaNews.co, Bandung - Oktory Prambada, Koordinator Gerakan Tanah dari Badan Geologi, menyatakan bahwa pergerakan tanah di Kampung Pasirgombong RT 04 RW 03, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, masih terus berlangsung dan semakin meluas.
Dalam pesan singkatnya pada Sabtu (2/3/2024), Oktory mengungkapkan bahwa hingga saat dilakukannya asesmen, tanah terus mengalami pergeseran yang menyebabkan retakan tanah semakin membesar.
Baca Juga:
Dibantu Kemensos, Korban Banjir dan Tanah Longsor di Bandung Barat Berangsur Pulih
Oktory menjelaskan bahwa pergerakan tanah di daerah tersebut dimulai pada saat terjadi hujan lebat pada tanggal 19 Februari sekitar pukul 18.30 WIB. Ia menambahkan, "Tiba-tiba terdengar bunyi patahan keramik disusul oleh tanah ambles di beberapa rumah."
Warga segera melakukan pemeriksaan di luar rumah mereka, namun pergeseran tanah sudah terjadi, mencakup luasan sekitar 40 rumah.
"Terdapat 192 jiwa terdampak bencana alam tersebut. Selain itu, terdapat bangunan SD yang hancur total, Posyandu serta puluhan rumah warga yang mengalami hal serupa," ucapnya, melansir Kompas.com, Minggu (3/3/2024).
Baca Juga:
Sepat Bikin Panik, Pakar Soroti Kemunculan Pulau Baru di Tanimbar Pascagempa M 7,5
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat menetapkan wilayah Kampung Pasirgombong RT 04 RW 03, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, sebagai kawasan zona merah pergerakan tanah.
Badan Geologi juga telah merekomendasikan agar warga di sekitar lokasi gerakan tanah untuk diungsikan sementara.
"Pergerakan tanah di Kampung Cigombong Bandung Barat memaksa seluruh warga yang berada di RT 04 dan 03 harus dievakuasi dan kini tinggal di pengungsian sementara," ucapnya.
Pergerakan tanah di Kampung Pasirgombong RT 04 RW 03, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, masih terus berlangsung dan semakin meluas. [WahanaNews.co/Antara].
Kini kampung itu ditinggalkan penghuninya karena dahsyatnya dampak pergerakan tanah yang ditimbulkan. Tak cuma ambruk, sebagian rumah ada yang terangkat karena permukaan tanah jadi bergelombang.
Jalan rusak parah karena permukaannya ada yang amblas dengan kedalaman antara dua sampai empat meter. Satu bangunan sekolah dan posyandu tak lagi bisa digunakan karena rusak parah.
Kampung tersebut kini ditinggalkan penghuninya yang diungsikan ke Islamic Center Masjid Agung Cibedug.
Di pengungsian tersebut ada 150-an jiwa yang tinggal, sementara sisanya kaum pria berjaga di sekitaran kampung dalam radius aman.
"Kalau rumah kan tidak bisa ditinggali, jadi semua warga harus mengungsi. Tidak boleh ada yang mendekat, jadi dijaga juga sama TNI dan Polri setiap hari," ucap Engkus.
Sekolah yang ambruk, membuat aktivitas pembelajaran dialihkan ke MTs Al Ikhlas yang lokasinya tak terlalu jauh dari kampung tersebut.
"Untuk sekolah dipindahkan dulu, menumpang ke MTs. Ada sekitar 90 anak, sejak awal kejadian memang sudah dihentikan pembelajaran di sekolahnya karena berisiko," kata Engkus.
Engkus menyebut pergerakan tanah terasa seperti gempa bumi. Setiap jamnya tanah terus bergerak, meskipun pergeserannya tak selalu bisa dirasakan manusia.
"Bergesernya ya seperti gempa bumi, cuma tidak bisa dirasakan terus. Tapi pasti pergeserannya bisa terlihat dari dampak kerusakan," kata Engkus.
Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat mencatat sebanyak 192 warga mengungsi imbas pergerakan tanah di Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat.
"Warga terdampak ada 47 KK dengan 155 jiwa dan warga yang mengungsi ada 48 KK dengan 192 jiwa," kata Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar Hadi Rahmat dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (3/3/2024).
Hadi mengatakan karena bencana alam ini berdampak pada fasilitas sekolah SDN Babakan Talang, aktivitas kegiatan belajar mengajar siswa sementara dilakukan secara jarak jauh.
"Hasil dari investigasi bersama aparat kewilayahan kecamatan, desa, pihak sekolah, sementara sekolah untuk menghindari hal yang tidak di ingin siswa mulai tanggal 21 sampai dengan saat ini belajar di rumah," ungkap Hadi.
Menurut Hadi, penyebab kejadian diduga karena tanah di kawasan tersebut labil.
"Hujan dengan intensitas tinggi yang melanda wilayah tersebut dan permukaan tanah yang labil," ujarnya.
"Kami persiapkan posko tanggap darurat beserta kelengkapannya, perbaikan akses jalan penghubung untuk beberapa desa yang tertutup akibat dari daerah longsoran agar tidak ada masyarakat yang terisolir dan pesiaapan surat tanggap darurat untuk percepatan penanganan," tuturnya.
BPBD Jabar juga telah mengirimkan batuan berupa 50 paket sembako dan 25 dus air minum.
"Pengungsian sudah mulai mengungsi, keamanan mulai diperketat untuk masuk ke lokasi bencana siang dan malam karena pergerakan tanah mulai per menit, antisipasi timbunan tanah ke Sungai Cidadap," terangnya.
Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan analisis tentang bencana pergerakan tanah di Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang menyebabkan sejumlah bangunan rusak.
Plt Kepala Badan Geologi M Wafid mengatakan lokasi terjadinya bencana berada di wilayah perbukitan dengan kontur bergelombang dan tingkat kemiringan yang curam dengan ketinggian berada pada 990 meter di atas permukaan laut (mdpl).
"Daerah bencana tersusun oleh Formasi Cimandiri (Tmc) yang terdiri dari perselingan batu lempung, batu lanau, dan batu pasir, serta gampingan setempat meliputi endapan lahar yang tersusun dari tuf, breksi andesit, dan breksi tuf," kata Wafid di Bandung, Jumat.
Berdasarkan peta prakiraan bencana pergerakan tanah yang dirilis Badan Geologi, kata dia, Kecamatan Rongga masuk ke dalam zona yang berpotensi terjadi gerakan tanah menengah hingga tinggi. Pergerakan tanah dapat terjadi bila hujan sedang mengguyur dengan intensitas tinggi.
"Artinya, daerah ini mempunyai potensi menengah hingga tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali," katanya.
Lebih lanjut Wafid mengungkapkan berdasarkan hasil analisis terdapat faktor penyebab terjadinya bencana pergerakan tanah, antara lain lereng yang curam, kondisi tanah yang labil, hingga curah hujan tinggi yang mengguyur di sekitar lokasi bencana.
"Bidang lemah berupa kontak antara tanah pelapukan dengan batuan yang bersifat lebih kedap dan berfungsi sebagai bidang gelincir," kata Wafid.
Oleh karena itu, lanjutnya, Badan Geologi memberikan rekomendasi untuk antisipasi potensi longsoran susulan karena mengingat curah hujan yang masih tinggi di daerah tersebut.
“Warga, aparat, maupun tim yang bertugas untuk evakuasi, harus mengantisipasi potensi longsoran susulan dan aliran bahan rombakan mengingat daerah tersebut masih rawan longsor serta material longsoran di kaki gunung masih banyak, terutama jika turun hujan,” katanya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]