WahanaNews.co | Ekonom Universitas Sumatera Utara (USU), Wahyu
Pratomo, mengungkapkan, iklim investasi di Kota Medan,
Sumatera Utara (Sumut), sangat
buruk sejak tahun 2016.
Saat itu, Medan dipimpin
pasangan HT Dzulmi Eldin dan Akhyar Nasution sebagai Wali Kota
dan Wakil Wali
Kota Medan.
Baca Juga:
MK Koreksi Total Jadwal Pemilu, Pemilih Tak Lagi Harus Mencoblos 5 Kotak Sekaligus
"Pola kepemimpinan pasangan ini tergolong tidak ramah
terhadap iklim investasi. Kondisi ini membuat para pemodal semakin enggan masuk
ke Medan untuk mengembangkan usaha," ujar Wahyu Pratomo di Medan, Minggu
(22/11/2020).
Wahyu mengatakan, tolok ukur iklim investasi terlihat dari incremental capital-output ratio (ICOR)
di Ibu Kota
Sumut tersebut.
ICOR, kata Wahyu, adalah indikator yang menunjukkan besaran
modal untuk menghasilkan satuoutput.
Baca Juga:
Pemilihan di Daerah Mundur ke 2031, Ini Putusan Mengejutkan MK soal Pilkada dan DPRD
Misalnya, ICOR = 5,
maka perlu Rp 5 juta untuk 1outputatau
produksi barang. Kalau ICOR = 7, itu artinya perlu investasi Rp 7 juta untuk satuoutput. Makin besar ICOR, maka semakin tidak efisien.
"Makin tinggi ICOR satu kota, maka pengusaha akan keluar
lebih banyak modal untuk jajaki sebuah usaha. Investasi itu kan adalah jumlah uang yang dibelanjakan
oleh pengusaha," ungkapnya.
Wahyu menyebutkan, ICOR Kota Medan, dari data 2019 lalu, sudah
mencapai 7,2. Bandingkan dengan kota lain, misalnya Bandung (5,0),
Surabaya (5,1),
dan Makasar (6,0).
"Kota-kota lain itu cenderung turun ICOR-nya. Artinya,
pemerintah masing-masing daerah itu sudah semakin baik mengelola kotanya," tambah Wahyu.
Ironisnya, tukas dia pula, di Medan, indeks ICOR malah semakin tinggi.
"Medan tahun 2016 itu sekitar 6,50 dan terus naik sampai
2019. Harusnya yang ideal itu di angka 4.0 hingga 5.0," lanjut Wahyu.
Bagaimana cara menurunkan indeks ICOR agar investor mau
beramai-ramai datang berinvestasi di Kota Medan?
Wahyu menjelaskan, masuknya investasi maka tentu akan menambah Pendapatan Asli Daerah
(PAD) hingga menyerap tenaga kerja.
"Cara menurunkan ICOR itu sudah banyak dilakukan oleh
pemerintah daerah lainnya. Misal, mempermudah perizinan, tidak ada lagi
biaya-biaya pungli, sarana-prasarana yang diperlukan pelaku usaha
terpenuhi," kata Wahyu.
Dari yang dia simak pada Debat Pertama, 7 November 2020 lalu, dan Debat Kedua pada Sabtu (21/11/2020) malam, salah satu cara menekan ICOR
sudah masuk dalam program visi misi Bobby Nasution, Calon Wali Kota Medan Nomor
Urut 2.
"Mal pelayanan publik yang bakal dibangun Bobby Nasution
salah satunya untuk mengurangi biaya perizinan, kan?"
kata Wahyu.
Menurutnya, perlu ada koordinasi yang kuat dalam bentuk
kolaborasi antar-Organisasi
Perangkat Daerah (OPD).
"Jadi, bukan menonjolkan egosentris masing-masing OPD,
seperti yang terjadi di Medan," ujarnya.
Egosentris masing-masing OPD membuat perizinan di Medan masih
terpencar-pencar.
"Seolah di Medan ini tidak ada kepemimpinan," pungkas
Wahyu.
Sebagaimana telah diungkap, dalam berbagai kesempatan, Bobby
Nasution menyampaikan,
solusi untuk menurunkan indeks ICOR adalah dengan mereformasi birokrasi. Di
antaranya, membangun mal pelayanan publik.
Wahyu meyakini, suatu waktu Kota Medan akan memiliki bangunan
terpadu yang di dalamnya bisa dilakukan segala macam bentuk pengurusan. Mulai
dari perizinan, urusan kependudukan, hingga perpajakan.
"Bangunannya nyaman, bagus, dingin. Masyarakat datang tak
punya KTP, pulang langsung bawa KTP. Siap dengan cepat tanpa birokrasi yang
ribet. Sekarang sudah zaman digital, kita akan manfaatkan itu di Medan,"
kata Bobby, di banyak kesempatan.