WahanaNews.co | Pelayanan di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mulai terganggu dengan
adanya piutang sebesar Rp 40 miliar.
Tagihan
piutang tersebut merupakan kekurangan bayar klaim pelayanan pasien terinfeksi
Covid-19 sejak tahun 2020.
Baca Juga:
Pak Ogah dan Joki Jalanan di Puncak Bogor, Pengamat: Potret Buruk Pariwisata yang Harus Dibenahi
Direktur
Utama (Dirut) RSUD Cibinong, Wahyu Eko Widiharso, mengungkapkan, klaim tunggakan RSUD Cibinong belum dibayar
oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sampai hari ini.
"Untuk
klaim 2020 jumlahnya ya itu Rp 40 miliar (utang) dari Kemenkes," kata
Wahyu kepada wartawan, Minggu (4/7/2021).
Dia
mengatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kemenkes untuk segera
mencairkan tunggakan biaya operasional pelayanan Covid-19.
Baca Juga:
Kisah Legendaris Kuliner ‘Mie Lie’ Pabrik Mie dan Pangsit di Kota Bogor Sejak Tahun 1937
Namun,
Kemenkes beralasan bahwa tunggakan klaim rumah sakit masih diaudit oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Padahal,
sambung dia, rumah sakit Cibinong sudah melewati verifikasi di tingkat BPJS
Kesehatan.
Adapun
segala syarat pemenuhan terkait administrasi pengajuan klaim juga sudah
lengkap.
"Kita
mah dari BPJS sih sudah dikasih surat, kita berhak uang sekian, tapi di
Kemenkesnya belum dibayar-bayar, padahal Presiden Jokowi juga sudah bilang
anggarannya ada, tapi kok lambat," bebernya.
Ia
berharap supaya tagihan piutang tersebut bisa segera dibayarkan ke RSUD
Cibinong yang saat ini memerlukan suntikan dana untuk kegiatan pelayanan di
tengah antrean pasien Covid-19 yang makin panjang.
Jika
tidak, RSUD bisa saja kolaps karena harus membayar penyedia atau vendor alat
kesehatan serta obat-obatan.
Menurut
dia, operasional rumah sakit juga tidak bisa mengandalkan ketersedian obat dan
fasilitas dari pemerintah.
Sebab,
saat ini rumah sakit pun juga krisis keuangan.
"Mempengaruhi,
kita banyak utang, belum terbayar-bayar, kitakan nolong pasien butuh oksigen,
yang tadinya kebutuhannya cuma misalnya sekian miliar tapi ini sudah 2 kali
lipat. Obat-obatan kan itu harusnya gratis semua, kita melayani masyarakat
dengan biaya yang gratis," ungkapnya.
"Contoh,
saat ini kita kerja sama dengan dua mintra untuk penyediaan oksigen. Tapi satu
mitra akhirnya mengundurkan diri lantaran kita masih berutang, padahal
ketersedian oksigen sangat kritis saat ini untuk penanganan covid-19,"
tuturnya.
Terkait
klaim Covid-19 di periode 2021, Wahyu mengaku belum bisa menyebutkan secara
detail lantaran masih dalam proses verifikasi.
Ia
mewanti-wanti agar tidak terjadi lagi tunggakan pembayaran klaim Covid-19, bila
klaim tidak terbayar itu terus berlanjut maka pasien akan terus berdatangan ke
tenda darurat yang disediakan rumah sakit.
Ditambah,
saat ini masalah kapasitas tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) yang sudah overload.
Belum
lagi, fasilitas kesehatan seperti tabung oksigen sudah menipis.
Sementara
itu dari tenaga kesehatan atau nakes juga sudah mulai kewalahan hingga banyak
yang terinfeksi virus Covid-19.
"APD
juga sudah mulai menipis, karena kita kan harus beli, sementara uang dipakai
untuk beli belum dikasih-kasih. Ya apa boleh buat, kita juga harus tetap
bekerja terus. Karena kalau tidak siapa yang bakal nolong pasien kalau bukan
nakes kita," jelas dia. [dhn]