WahanaNews.co | Anggota Komisi III DPRD Sumedang Edi Askari menilai jika hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Jawa Barat telah memberikan pukulan telak terhadap Bupati Doni Ahmad Munir untuk penanganan kasus stunting di Kabupaten Sumedang.
Pasalnya, dilansir dari databoks.katadata.co.id, prevalensi balita stunting di Jawa Barat mencapai 20,2 persen pada tahun 2022. Oleh sebab itu, Jawa Barat tersebut menempati peringkat ke-22 secara nasional.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Semarang Raih Penghargaan Terbaik I Penanganan Stunting di Jawa Tengah
Angka tersebut pun menurun 4,3 poin dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2021, prevalensi balita stunting di Jawa Barat sebesar 24,5 persen.
Tercatat, ada 11 kabupaten/kota dengan prevalensi balita stunting di atas rata-rata angka provinsi. Sisanya, 16 kabupaten/kota di bawah angka provinsi.
Dan Kabupaten Sumedang sendiri tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Jawa Barat, yakni mencapai 27,6 persen pada SSGI 2022. Angka balita stunting di kabupaten ini melonjak drastis dari tahun sebelumnya sebesar 22 persen.
Baca Juga:
Bele Mo'o Sehati: Strategi Dinkes Gorontalo Tangani Stunting dengan One Stop Service
Oleh sebab itu, Edi menyebut jika kondisi tersebut tampak paradoks (bertentangan, red) antara apa yang dilaporkan atau diupayakan oleh bupati melalui program stunting dengan hasil survei.
“Sehingga, diperkirakan kemarin itu di bawah 9 persen. Dan pukulan telaknya ternyata hasil survei status gizi balita, kita rangking satu dengan nilai 27, 6 persen,” ujarnya saat ditemui di acara Musrenbang di Kantor Desa Sukamantri, Kecamatan Tanjungkerta, Jumat (10/2/2023).
Tak hanya itu, Edi juga turut mengingatkan jika aplikasi penanganan stunting yang baru-baru ini dijadikan model di beberapa kabupaten harus diimbangi dengan konten dan treatment yang saat ini masih terbilang lemah.
“Jangan lupa jika aplikasi itu adalah tool atau alat untuk mempermudah dan mempercepat. Berbeda dengan konten dan treatment atau penanganan. Jadi apilkasinya baik, tapi konten dan treatment nya yang masih lemah,” ungkapnya.
Dengan kondisi seperti itu, DPRD mendorong jika pemerintah harus segera mengurus anggaran untuk bisa mengakomodir masalah konten dan treatment. Turutama untuk treatment dari mulai ibu hamil hingga balita usia 2 tahun.
“Karena ini menyangkut ekstraordinary krisis dalam rangka penanganan stunting dan dampaknya masa depan, jadi harus kita urus anggarannya. Mari kita lihat, saya sudah cek ke desa-desa, ternyata yang menjadi persoalan adalah treatment nya. Dan itu tidak bisa gratisan,” tuturnya. [sdy]