WahanaNews.co | Kereta Cepat Jakarta-Bandung dilaporkan mengalami peningkatan biaya proyek. Kenaikannya mencapai US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 26,9 triliun (dalam kurs terkini Rp 14.200).
Bila ditotal dengan biaya saat ini, proyek kerja sama Indonesia-China menembus US$ 7,97 miliar atau mencapai Rp 113 triliun.
Baca Juga:
Korupsi Proyek Perkeretaapian, Anggota Pokja di Purwokerto Terima Sejumlah Uang
Angka ini ditemukan setelah perbaikan dan efisiensi dilakukan di tubuh PT Konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku perusahaan induk yang menangani Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pembengkakan biaya proyek sendiri memang sudah terjadi berkali-kali.
Awalnya pihak China menawarkan pinjaman US$ 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun. Bila ditaksir dalam rupiah dengan kurs terkini jumlah pinjaman yang awalnya ditawarkan sebesar Rp 78 triliun.
Kemudian, ketika proyek dijalankan biayanya melonjak menjadi US$ 5,98 atau sekitar Rp 84 triliun dalam kurs terkini. Biaya proyek pun belum berhenti membengkak, terakhir kali biaya proyek meningkat menjadi US$ 6,07 miliar atau sekitar Rp 86 triliun.
Baca Juga:
Budaya 'Terobos Palang' Kereta Kian Marak, Ini Pemicunya dari Kacamata Sosiologi
Perlu diketahui, KCIC selaku pemilik proyek kereta cepat Jakarta Bandung adalah gabungan dari beberapa BUMN dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan juga gabungan perusahaan China dalam perusahaan Beijing Yawan.
Porsinya, 60% dari KCIC milik PSBI, sisanya adalah milik gabungan perusahaan China. KAI merupakan salah satu perusahaan yang berada di dalam PSBI.
Indikasi membengkaknya biaya proyek kembali terjadi pada September 2020, saat itu perkembangan pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami keterlambatan dan juga terkendala pembebasan lahannya. Maka dari itu pemerintah meminta KCIC untuk melakukan peninjauan ulang.