WahanaNews.co, Jakarta – Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta terus melaksanakan pengelolaan sampah secara terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir.
Hal itu dilakukan dalam upaya pengelolaan lingkungan mendukung Jakarta sebagai kota global. Pengelolaan sampah di hulu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan pengelola kawasan untuk mengurangi sampah.
Baca Juga:
Tak Ada Lagi Impor Sampah Plastik, Menteri Hanif Siap Awasi dan Tindak Pelanggar
Demikian ditegaskan Agung Pudjo Winarko Kepala Unit Pengelola (UP) Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta kepada Wartawan, Minggu (3/11/2023).
“Ditengah, Dinas Lingkungan Hidup mengembangkan berbagai fasilitas pengelolaan sampah di dalam kota Jakarta. Sedangkan di hilir, dilakukan upaya optimalisasi TPST Bantargebang untuk memperpanjang masa pelayanannya dalam mengelola sampah Jakarta,” jelas Agung.
Sementara dampak berbagai aktivitas ekonomi dan sosial di Jakarta menimbulkan volume sampah yang sangat besar.
Baca Juga:
Pemprov DKI Jakarta Ajak Daerah Penyangga Kelola Sampah Demi Kelestarian Ekosistem Laut
“Setiap hari TPST Bantargebang menerima sampah 7.200 - 7.700 ton/hari dari Jakarta, memaksa kita harus berpikir keras dan diskusi dengan berbagai pakar dan ahli serta stake holder lainnya mencari solusi penganan sampah yang selama puluhan tahun ini kita kewalahan,” kata Agung.
Menurut Agung, belum adanya fasilitas pengolahan sampah di dalam kota Jakarta yang dapat mereduksi volume sampah secara signifikan serta semakin terbatasnya daya tampung TPST Bantargebang melatarbelakangi Dinas Lingkungan Hidup untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah di dalam kota.
Ini merupakan akumulasi dari masukan dan kajian para pakar dan ahli yang merekomendasikan penanganan sampah ramah lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi yang jadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup signifikan.
Salah satu strategi yang dilaksanakan yaitu membangun fasilitas pengolahan sampah berskala besar di dalam kota Jakarta. Dengan tujuan utama guna mengurangi volume sampah, Dinas Lingkungan Hidup membangun Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Jakarta.
Agung menjelaskan bahwa RDF merupakan padatan hasil olahan sampah yang telah homogen dan memiliki karakteristik sebagai bahan bakar.
RDF dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif bahan bakar fosil pada sektor industri seperti industri semen dan pembangkit Listrik yang kini sudah terbukti dipergunakan salah satunya industri Semen Cibinong Bogor.
Senada dengan Agung, Poltak Sitinjak, pimpinan PT Asiana Tehnologies Lestary yang merupakan perusahaan pencipta tehnologi satu satunya di dunia dan telah dipatenkan ini, menguraikan bahwa tehnologi RDF Plant Jakarta didesain untuk mengolah sampah sebanyak 2.500 ton/hari atau sekitar 30% dari volume sampah Jakarta.
RDF Plant Jakarta berlokasi di Kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing Kota Administrasi Jakarta Utara. Sampah yang akan diolah berasal dari total 16 kecamatan yaitu seluruh kecamatan di Jakarta Utara serta sebagian kecamatan di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.
RDF Plant Jakarta akan memproses sampah secara mekanis yang terdiri atas proses pemilahan, pencacahan, dan pengeringan menghasilkan produk RDF yang memenuhi spesifikasi industri semen, antara lain kadar air maksimum 20%, nilai kalor minimum 3.400 kkal/kg dan ukuran maksimum 5 cm katanya kepada info indonesia beberapa waktu lalu.
Selanjutnya Agung menerangkan bahwa pembangunan RDF Plant Jakarta telah dilaksanakan sejak Maret 2024 menggunakan metode konstruksi terintegrasi rancang dan bangun.
Kegiatan ini menjadi bukti keseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan sampah mendukung Jakarta sebagai kota global.
Kedepannya, pengoperasian RDF Plant Jakarta diharapkan berkontribusi besar dalam penanganan sampah secara berkelanjutan.
Di samping itu, kerjasama pemanfaatan RDF dengan industri semen dari fasilitas ini berpotensi mendatangkan pendapatan daerah dan mengurangi pembiayaan APBD untuk pengelolaan sampah.
Pembangunan RDF Plant Jakarta didampingi Inspektorat DKI Jakarta, Kejati DKI Jakarta dan KPK. [WahanaNews.co/Dok. KPK]
Dinas Lingkungan Hidup sejak awal meminta pendampingan pihak Inspektorat DKI Jakarta dan Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk mengontrol dan mengawasi pihak kontraktor yang ditunjuk melaksanakan proyek ini.
Hal ni dimaksudkan untuk meyakinkan masyarakat akan keseriusan pihaknya melaksanakan program strategis ini dengan niat baik dan untuk kepentingan umum.
"Kami siap dikontrol atau dikoreksi oleh siapapun dan peran serta masyarakat tentu saja kami terbuka, namun hendaknya dengan cara yang objektif serta bersifat solutif tegas" Agung.
Namun ternyata bukan hanya Pemprov DKI dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup yang minta pendampingan dari Inspektorat dan Kejati DKI Jakarta, bahkan pemilik hak Paten tehnologi canggih RDF ini, Poltak Sitinjak pun dengan ksatria meminta agar KPK RI terjun langsung mengawasi kinerja mereka.
"Itulah keseriusan dan komitmen kami memberikan yang terbaik persembahan kami buat negeri tercinta" kata Poltak.
“Publik perlu mengetahui bahwa kami berkompetisi lelang proyek ini dari PT Wijaya Karya (BUMN) ada 9 perusahaan. Satu satunya dari dalam negri hanya kami dan 8 perusahaan lainnya dari negara maju termasuk Amerika Serikat,” tambah Poltak.
“Tender fair, tidak ada kongkalingkong. Kami mendapatkan kepercayaan dengan penawaran terendah. Bahkan selisih dengan penawaran terendah kedua Rp250 miliaran. Kalau kami ada main mata dengan pimpina bagaimana mungkin penawaran kami segitu. Setidaknya saya naikkan lagi 200 miliaran lagi," terang Poltak Sitinjak.
“Satu hal yang membanggakan, produk tehnologi canggih ini satu satunya di dunia dan kamipun sudah membuktikan itu di negara lain yang sekarang kami kerjakan di Manila,” tutup Poltak.
[Redaktur: Alpredo Gultom]