WahanaNews.co | Pada tahun 2021, Hari
Raya Nyepi tahun baru Caka 1943 jatuh pada Minggu (14/3/2021).
Di
Bali, perayaan Tahun Baru Saka adalah ritual dan praktik keagamaan.
Baca Juga:
Menteri PMK Hadiri Tawur Agung Kesanga di Candi Prambanan Yogyakarta
Dilansir
dari Indonesia.go.id, sekalipun sistem
kalender ini diadopsi dari India, namun adanya "Hari Hening" ala ritual Nyepi
sebagai bentuk perayaan pergantian tahun ternyata hanya dikenal di
Indonesia.
Tak
hanya di Bali. Nyepi juga dilakukan oleh umat Hindu yang ada di seluruh Tanah
Air.
Baca Juga:
Langgar Aturan Nyepi di Bali, Polisi Tahan 2 WN Polandia
Petunjuk Lontar Sundarigama
Ritual
Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu di Indonesia melewati sejarah yang sangat
panjang.
Ritual
pergantian Tahun Baru Saka tersebut sudah tercatat di Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca pada abad
ke-14.
Di Bali
sendiri, perayaan Hari Raya Nyepi didasarkan pada petunjuk lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.
Menurut
orang Bali, dari sisi teologi atau filsafat agama (tatwa), bicara
ritual Nyepi dalam makna "catur bratha penyepian" jelas bersifat wajib
dilaksanakan umat Hindu.
Ritus
ini bukan hanya dipandang sebagai tradisi turun-temurun belaka, tapi juga
termaknai dalam kitab suci Weda.
Dalam
Yajur Weda XIX 30 dinyatakan: "Pratena
Diksam Apnoti, Diksaya Apnoti Daksina. Daksina Sradham Apnoti, Sraddhaya Satyam
Apyate".
Artinya,
bahwa saat seseorang menjalankan praktik bratha
(asketisme), maka ia bisa mencapai diksa,
yaitu penyucian diri.
Sementara
dengan diksa, seseorang akan mencapai
daksina, yaitu kehormatan, dan
dengan daksina seseorang mencapai sraddha, yaitu keyakinan. Dan melalui sraddha, orang dapat mencapai kebenaran sejati.
Demikianlah,
kira-kira, makna sakral dari ritus Nyepi bagi orang Bali.
Menurut
kosmologi orang Bali, alam semesta (makrokosmos) itu terdiri tiga susunan,
yakni bhur loka, bhuwah loka, dan swah loka.
Secara common sense, ketiga alam ini sering
disederhanakan sebagai pengejawantahan alam bawah, alam tengah, dan
alam atas.
Alam
pertama, bhur loka ialah dunia
manusia, bhuta kala, dan makhluk
halus lainnya.
Meski
demikian, pada derajat tertentu, Bhuta Kala selalu dipandang lebih rendah
daripada manusia.
Bhuta Kala adalah sejenis makhluk halus
ciptaan Tuhan yang dapat mengganggu keadaan alam semesta (bhuana agung) maupun diri manusia (bhuana alit).
Alam
kedua, bhuah loka, adalah
dunianya para roh atau leluhur mausia.
Sedangkan
alam ketiga, swah loka, adalah
alamnya para Dewa atau Tuhan (Ida Sang
Hyang Widi Wasa).
Sementara,
bicara rangkaian upacara ritual Nyepi, ditemui beberapa tahapan: Melasti, Tawur Kesanga,
Nyepi atau Sipeng, dan Ngembak Geni.
Keseluruhan
ritual ini, dari awal hingga akhir, bisa berlangsung sepanjang 5 hari.
1. Melasti
Upacara
Melasti atau mekiis, atau ada juga yang menyebutnya Melis, digelar beberapa hari sebelum ritual Nyepi.
Melasti dilakukan untuk penyucian, baik
terhadap masing-masing individu maupun seluruh piranti upacara (pretima) yang
dugunakan untuk ritual catur brata
penyepian di hari Nyepi.
Melasti biasanya dilakukan di sumber mata
air, seperti laut, danau, sungai, atau laut.
Sumber
air dianggap sebagai sumber air suci (tirtha amerta) dan dipercaya jika seluruh kecemaran (sarwa mala) bisa dilebur dan disucikan
dengan air itu.
2. Tawur Kesanga
Upacara
Tawur Kesanga disebut juga dengan pangrupukan atau tawur agung.
Ritual
ini diselenggarakan sehari sebelum ritual Nyepi, tepatnya saat tilem sasih kasanga (bulan mati yang kesembilan).
Saat
itu, dilakukanlah upacara Bhuta
Yadnya. Ritus ini ialah memberikan persembahan (mecaru) pada Bhuta Kala
di alam bawah atau bhur loka.
Tujuan
upacara ini ialah menjaga keseimbangan alam semesta (bhuana agung) maupun diri manusia (bhuana alit) dari gangguan Bhuta
Kala.
Pada
momen ini, dilakukan ritual pangrupukan,
yaitu menyebar-nyebar nasi tawur,
mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan memukul
kentongan hingga gaduh.
Tahapan
ini dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala
dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.
Saat
ritual ini, ada ogoh-ogoh yang
menjadi bagian dari kekayaan tradisi lokal Bali. Ogoh-ogoh biasanya berwujud seperti raksasa.
Mata melotot dan mulut menganga.
Secara
simbolis, ogoh-ogoh ialah manifestasi
dari anasir Bhuta Kala dan bhur loka, diarak berkeliling dari satu
banjar ke banjar yang lain hingga menjelang matahari terbit.
Setelah
diarak, ogoh-ogoh itu dibakar, simbol
Butha Kala sebagai manifestasi dari
anasir kegelapan telah dikembalikan di tempat mereka masing-masing.
Dan,
menjelang matahari terbit di ufuk timur, yaitu pada pinanggal apisan Sasih Kadasa (tanggal satu bulan kesepuluh
Kalender Hindu-Bali), tibalah puncak Hari Raya Nyepi sesungguhnya.
3. Nyepi, Catur Brata Penyepian
Saat
Nyepi, masyarakat Hindu-Bali merayakannya dengan bentuk catur bratha penyepian.
Dengan
ritual Nyepi, masyarakat Bali belajar perihal mengendalikan diri secara total
yang dilaksanakan selama 24 jam, yakni mulai pukul 05.00 sampai pukul
05.00 besok pagi harinya.
Ritus
ini terdiri: amati geni yang bermakna
tiada api atau penerangan lampu. Artinya, manusia tidak boleh mengobarkan api
hawa nafsu; amati karya, yang
berarti tidak bekerja alias berdiam diri dalam arti sesungguhnya dan tekun
mensucikan batin; amati lelungan, yang
berarti tidak bepergian, juga bermakna pikiran tidak mengkhayal ke mana-mana; dan amati lelangua, yang berarti dilakukan tidak
sekadar untuk rekreasi atau menghibur diri.
Bagi
mereka yang mampu melaksanakan catur
bratha penyepian secara utuh, biasanya disertai dengan upawasa (puasa), mona
(tidak berbicara), dan jagra (tidak
tidur).
4. Ngembak Geni
Tahapan
terakhir adalah ngembak geni, yang
dirayakan pada pinanggal ping kalih Sasih
Kadasa, yaitu hari kedua bulan kesepuluh kalender Bali-Hindu.
Momen
ini mengandung makna berakhirnya catur
brata penyepian. Mirip momen Idul Fitri bagi umat Muslim di Indonesia.
Pada
hari ngembak geni ini,
masyarakat Hindu akan saling mengunjungi keluarga, kerabat, teman dekat, teman
profesi, dan lainnya, untuk saling memaafkan atas segala kesalahan yang telah
terjadi sebelumnya.
Hari
Raya Nyepi ialah momen "Tapa-Yadnya". Sebuah momen refleksi, kontemplasi,
asketisme, dan meditasi, walaupun untuk merayakan momen perayaan pergantian tahun.
Di
Bali-Indonesia, pergantian Tahun Baru Saka adalah sebuah momen sakral. Hari
Hening. Bukan hura-hura, pesta, dan aktivitas sejenis itu lainnya. [qnt]