WahanaNews.co I Pemerhati pembangunan kawasan danau toba
(KDT) dan pengiat kepariwisataan Samosir Mangaliat Simarmata, mengungkapkan keresahannya
melihat Rumah Adat Batak Toba dibeberapa tempat yang kini banyak tidak terurus.
Baca Juga:
Hinca Panjaitan: Jaga, Rawat, Kembangkan Geopark Kaldera Toba
Keresahan putra batak dari pulau Samosir itu diungkapkan kepada
WahanaNews.co Selasa, (10/08/2021).
Sebagai pemerhati, dirinya melihat, dari berbagai perjalanan
di kawasan danau toba, khususnya di Toba, ada perasaan sedih didalam hatinya memperhatikan
peninggalan para ompung (leluhur) di tempat tinggalnya.
Baca Juga:
Potensi Perpecahan Tinggi, MARTABAT Prabowo-Gibran Imbau Masyarakat Kawasan Otorita Danau Toba Bentuk 7 Kabupaten/Kota dan 300 Desa Baru Ketimbang Provinsi Tapanuli
Rumah adat batak toba di beberapa tempat banyak yang tidak
terurus lagi, posisi rumah ada yang sudah mulai rubuh, ada yang sudah
ditinggalkan penghuninya. Bahkan kampungnya sendiri sudah ditinggalkan para
penghuninya.
Menurut Mangaliat, jika diperhatikan dan pelajari, ada
beberapa faktor, mengapa Huta (kampung) dengan tempat tinggalnya dibiarkan.
Kemungkinan dimasa tersebut terjadi peperangan antar marga,
perang dengan penjajah dan kemungkinan faktor dalam kehidupan yang tidak
menjanjikan.
Anak-anak pergi merantau guna mencari kehidupan di daerah
lain yang sudah maju, atau pergi untuk menuntut ilmu di sekolah yang lebih
tinggi.
Ketika sudah berhasil diperantauan, niat untuk kembali ke kampung
halaman membangun kampung, tidak terpikirkan dan kebanyakan membangun tempat
tinggal dan usahanya di daerah perantauan.
Anak-anak yang sukses, membangun usaha dan karirnya di
perantaun, sementara orang tuanya, ada yang mereka bawa ke tempat mereka agar
selalu dekat dan mudah mengurus di hari tua. Karena kesibukan mereka, akan
susah untuk bolak balik ke kampung ketika orang tuanya sakit dan tidak mampu
lagi bekerja.
Hal inilah, seulur waktu, niat untuk kembali kekampung
halaman tidak ada lagi.
"Orang tuanya pun meninggal, banyak yang dikebumikan
didaerah perantauan, ketika akan ziarah tidak jauh dan menghemat waktu dan
biaya," ujar Mangaliat
Dirinya masih terkenang ketika masa kanak-kanak, menyaksikan
para Ompung (leluhur) dan keluarga bergotong royong mendirikan rumah adat batak
toba.
Kala itu, kayu-kayu pilihan untuk membuat rumah adat batak toba
masih banyak didapati di sekitaran huta dan hutan. Namun sekarang, sangat Sulit
sekali untuk mencari kayu-kayu yang cocok dalam pembuatan rumah adat batak
toba.
Ada beberapa hal kesulitan dalam merehab rumah adat batak
toba. Salah satunya kayu-kayu yang dipakai banyak yang sudah diperjual belikan
dan juga adanya para perambah kayu-kayu hutan yang di jual ke perusaahaan dan Panglong.
Saat ini, kayu Pinus yang digunakan untuk merehab rumah adat batak pun agak
sulit didapat.
"Jika kita akan mengambil dari hutan, maka kita harus
meminta izin dulu dari pemerintah melalui pihak petugas kehutanan. Saya punya
kegelisahan, lamban laun peninggalan leluhur kita rumah adat batak toba,
seiring waktu akan hilang," keluhnya.
Coba kita perhatikan sekarang masyarakat batak toba ketika membangun tempat
tinggalnya, sudah mengikuti bentuk kemajuan zaman.
Hal ini tidak dapat disalahkan, karena untuk membangun rumah
adat toba sebagai tempat tinggal, memerlukan biaya yang sangat tinggi.
"Saya punya mimpi dan harapan, kiranya pemerintah pusat
khususnya pemerintah daerah punya perhatian akan peninggalan para leluhur
batak, dengan program revitalisasi rumah adat batak toba, karena rumah adat
batak toba salah satu kebanggan bagi kita," harapnya.
Mimpi dan harapan Mangaliat, terkabul dimasa eranya Presiden.
Pembangunan dan revitalisasi rumah adat batak toba dilaksanakan di dua huta di
Samosir. Huta Raja di desa Lumban Suhi Suhi Kecamatan Pangururan dan Huta
Siallagan di desa Siallagan Pindaraya kecamatan Simanindo.
"Saya begitu bangga perhatian bapak Presiden kita, beliau
begitu perhatian akan budaya batak dan mendukung kemajuan pariwisata kawasan
danau toba khususnya kabupaten Samosir," terang Mangaliat.
Harapannya, dengan adanya pembangunan yang bertaraf
internasional di dua tempat tersebut, akan membangun ekononi kreatif buat
masyarakat dan memacu lebih mencintai budaya.
Untuk itu, kiranya pemerintahan yang ada di kawasan danau
toba (KDT) khususnya kabupaten Samosir dapat membuat program bedah rumah adat
batak toba. Atau mengusulkan pada pemerintah pusat, membuat program perbaikan
rumah adat batak toba yang sudah tua dan juga pembenahan huta yang sudah
ditinggalkan masyarakatnya.
Kedepan masyarakat yang kala itu tinggal di huta tersebut
kembali tinggal ke huta leluhur.
"Huta yang sudah lama tidak terurus dapat kembali diperbaiki,
juga penambah tujuan wisata bagi wisatawan, baik lokal maupun wisatawan luar
negeri. Dan sebagai peninggalan sejarah bagi anak cucunya kelak, " tutup Mangaliat.
(tum)