WahanaNews.co | Sejak dibentuk tahun 2007, Kabupaten Tana Tidung (KTT), Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), tidak memiliki aset dan tidak ada gedung yang menjadi pusat pemerintahan representatif,
“KTT berusia 14 tahun, namun tidak memiliki gedung pemerintahan. Wilayah kami tercatat memiliki luas sekitar 4.824 km2 atau sekitar 400.000 hektar lebih. Tapi semua tanah dimiliki perusahaan,” ujar Bupati KTT, Ibrahim Ali, saat dihubungi wartawan, Sabtu (11/9/2021).
Baca Juga:
Kolaborasi Pembangunan IKN: Pemerintah Kaltim dan Kaltara Sinergi dalam Kemitraan
Dari catatan yang ia punya, sekitar 193.000 hektar lahan di wilayahnya merupakan kawasan Hutan Tanam Industri (HTI) serta Hutan Tadah Hujan (HTH) milik PT Adindo.
Dan sekitar 193.000 hektar lain merupakan HTI dan HTH milik PT Intraca.
“Sementara sekitar 30 persen wilayah KTT adalah lahan gambut. Dan Areal Penggunaan Lain (APL) kita itu sudah terbit untuk izin perkebunan sawit, selebihnya adalah Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK),” imbuhnya.
Baca Juga:
Dirjen Otda sebut Kaltara Daerah Otonomi Baru Berkembang Paling Pesat
Ia menegaskan, aset-aset pemerintah yang dibangun semuanya berada di atas lahan hutan produksi milik korporasi.
Bahkan, ironisnya, bangunan sekolah dengan luasan sekitar 56 hektar, yang dibangun di lahan milik anak perusahaan BUMN, justru menjadi polemik karena perusahaan meminta pembayaran sewa kepada Pemerintah Derah KTT.
“Ini juga menjadi pertanyaan kami, ini lucu menurut kami. PT kok memiliki HGB di areal APL? Kita pertanyakan, kenapa bisa sertifikat lahan dikeluarkan?” katanya lagi.
Sejak 14 tahun lalu, Pemerintah Daerah KTT hanya menumpang kantor di Dinas Kesehatan yang ada di Jalan Tanah Abang Nomor 1, Desa Tedong Pale Induk, Kecamatan Sesayap.
Ibrahim menegaskan, kondisi KTT cukup ironi, karena bagaimana mungkin sebuah kabupaten tidak memiliki aset ataupun gedung pemerintahan.
“Indonesia sudah merdeka 76 tahun lho, kok masih ada kabupaten tidak memiliki aset atau gedung pemerintahan karena semua lahan dikuasai perusahaan? Paling tidak, perusahaan mengalahlah, karena ini demi kepentingan masyarakat banyak, bukan kepentingan perorangan atau pribadi,” katanya, miris.
Saat ini, Pemerintah Daerah Tana Tidung sudah melakukan kajian yuridis dan menunjuk sebuah lokasi bernama Bundaran sebagai tempat gedung pemerintahan nantinya.
Bundaran dinilai paling strategis dan bisa dijangkau semua kecamatan yang ada, baik Kecamatan Sesayap, Sesayap Hilir, Tana Lia, Betayau, dan Muruk Rian.
Untuk masalah ini, Ibrahim Ali tengah bergerilya, menjalin komunikasi serta koordinasi dengan sejumlah pejabat tinggi negara, masing masing Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), dan Ketua Komisi II DPR RI.
Ia juga melakukan audiensi dengan Menteri BUMN, dan berharap aset-aset yang dibangun pemerintah di atas lahan perusahaan bisa dihibahkan untuk masyarakat KTT.
“Kami harap Kemen LHK memproses ini, agar masyarakat KTT punya pusat pemerintahan yang representatif. Kita tidak berani ambil langkah, karena ini merupakan HGU perusahaan. Sejauh ini, tim PPKH sudah turun mengecek itu semua, mengambil data untuk proses alih status kawasan hutan itu. Mudah-mudahan bisa cepat prosesnya,” harapnya. [dhn]