WahanaNews.co | Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono mengungkapkan, potensi aktivitas awan panas guguran hingga aliran lahar dari pusat erupsi/puncak Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, masih ada.
Dia mengatakan, aktivitas awan panas masih berpotensi terjadi dikarenakan adanya endapan aliran lava (lidah lava) dengan panjang aliran +- 2 km dari pusat erupsi. Aliran lava tersebut masih belum stabil dan berpotensi longsor terutama di bagian ujung alirannya, sehingga bisa mengakibatkan awan panas guguran.
Baca Juga:
Sebar Foto Bawa Sajam, Anggota Gengster Tangkis Balik di Jombang Dibekuk
Dia menjelaskan, potensi ini terjadi karena tingginya curah hujan di Gunung Semeru. Bahkan, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan masih akan berlangsung selama tiga bulan ke depan.
"Selain berpotensi terjadi awan panas, potensi terjadinya aliran lahar juga masih tinggi mengingat curah hujan yang cukup tinggi di Gunung Api Semeru. Didukung data dari BMKG diperkirakan musim hujan masih akan berlangsung selama tiga bulan ke depan.
Secondary explosion juga berpotensi terjadi di sepanjang aliran sungai apabila luncuran awan panas yang terjadi masuk/kontak dengan air sungai," jelas Eko, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian ESDM, Jumat (17/12/2021).
Baca Juga:
Sejumlah Jembatan Putus dan 3 Orang Tewas Akibat Terjangan Lahar Semeru
Seperti diketahui, Badan Geologi menaikkan status Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) terhitung mulai tadi malam, Kamis, 16 Desember 2021 pukul 23.00.
"Mengingat kegiatan Gunung Api Semeru masih tinggi dan telah terjadi peningkatan jarak luncur awan panas guguran serta aliran lava maka Badan Geologi menyatakan Tingkat Aktivitas Gunung Api Semeru dinaikkan dari level WASPADA (Level II) menjadi SIAGA (Level III) terhitung mulai tanggal 16 Desember 2021 pukul 23:00 WIB," ungkap Eko.
Maka dari itu, Badan Geologi mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 kilo meter (km) dari puncak. Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.