WAHANANEWS.CO, Solo - Polemik suksesi di Keraton Solo kembali memanas setelah pihak internal meminta pemerintah turun tangan memberikan solusi karena muncul ketidakselarasan terkait penobatan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram atau Gusti Purbaya yang dijadwalkan berlangsung Sabtu (15/11/2025).
Tidak semua keluarga keraton menyetujui proses pengukuhan tersebut karena dianggap belum mengantongi keputusan bersama seluruh trah, sehingga memicu kembali ketegangan lama yang belum sepenuhnya terselesaikan.
Baca Juga:
Gibran Siap Jadi Penengah Konflik Keluarga Keraton Solo
Adik Paku Buwono XIII, GRAy Koes Moertiyah Wandasari atau Gusti Moeng, serta Maha Menteri KGPA Tedjowulan menegaskan bahwa suksesi harus dilakukan berdasarkan mufakat bersama dengan mengedepankan nilai adat, keluhuran budaya, dan sinkronisasi hukum nasional.
Situasi menjadi semakin kompleks setelah keluarga Paku Buwono XII dan Paku Buwono XIII mengukuhkan putra sulung mendiang PB XIII, KGPH Mangkubumi, sebagai penerus raja dalam penobatan yang dilaksanakan Maha Menteri Penembahan Agung Tedjowulan di Sasana Handrawina, Keraton Solo pada Kamis (13/11/2025).
Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Prof Semiarto Aji Purwanto, menyatakan bahwa kondisi ini layak menjadi perhatian serius bagi para pemangku kepentingan karena keraton merupakan pusat kebudayaan, tradisi, dan simbol identitas suatu kelompok masyarakat.
Baca Juga:
Putra Mahkota Respons Keributan di Keraton Solo
“Untuk individu atau lembaga-lembaga yang punya perhatian pada isu kelestarian budaya, sekali lagi secara simbolik keraton itu adalah pusatnya ya, pusat kebudayaan, pusat satu tradisi di suatu kelompok,” kata Prof Aji dalam pernyataannya pada Kamis (13/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa posisi keraton yang sarat unsur simbolik, sejarah, dan kewibawaan menjadikan setiap dinamika internalnya memiliki pengaruh luas sehingga penyelesaiannya harus dilakukan dengan hati-hati.
“Tapi ini konteksnya elitis ya dan biasanya sesuatu yang sifatnya grande, besar, agung, dan megah yang menjadi orientasi dan kebudayaan atau civilisasi memang ada di keraton, karenanya ini menjadi penting,” sambungnya.