WahanaNews.co, Nias Selatan - Seorang siswa SMK berusia 17 tahun, Yaredi Nduru, dari Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, meninggal dunia setelah diduga mengalami penganiayaan oleh kepala sekolahnya, SZ (37) tahun.
Menurut hasil pemeriksaan oleh dokter, korban mengalami sakit karena salah satu sarafnya tidak berfungsi.
Baca Juga:
Lengkap Penderitaan ! Jalan Rusak Sampah Menumpuk Tepat dibelakang Telkom Kota Perdagangan
Kepala Bagian Humas Polres Nias Selatan, Bripka Dian Octo Tobing, menyatakan bahwa keluarga korban awalnya membawa Yaredi ke RSUD Thomsen Gunung Sitoli pada Selasa (9/4/2024).
Saat itu, dokter melakukan pemeriksaan terhadap korban.
Keesokan harinya, keluarga menerima hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya bekas pukulan di bagian kening korban. Selain itu, salah satu saraf di daerah kening korban juga dinyatakan tidak berfungsi.
Baca Juga:
Jalur Parapat-Siantar longsor sat lantas simalungun lakukan pengamanan
"10 April 2024 keluarga menerima hasil pemeriksaan dari RS Thomsen Gunung Sitoli yang mana keterangan dokter bahwa ada bekas dari pukulan di bagian kening dan salah satu saraf tidak berfungsi di bagian kening korban, sehingga korban sakit parah," kata Dian, melansir Detik, Kamis (18/4/2024).
Atas kejadian itu, keluarga korban membuat laporan ke Polres Nisel pada 11 April 2024.
Lalu, pada 13 April, korban kembali dibawa ke RSUD Thomsen Gunungsitoli untuk mendapatkan perawatan intensif.
Namun, nahas, pada 15 April sekira pukul 19.30 WIB, korban dilaporkan meninggal dunia di rumah sakit.
"Pada 15 April sekira pkl 17.00 WIB penyidik tiba di rumah sakit untuk melakukan wawancara terhadap korban serta melihat keadaan korban. Namun, korban tidak dapat memberikan keterangan karena dalam keadaan kritis. Lalu, sekira pukul 19.30 WIB, korban meninggal dunia," sebutnya.
Dian mengatakan peristiwa itu terjadi di salah satu SMK di Desa Hilisaooto, Kecamatan Siduaori. Awalnya, pada 23 Maret 2024 pagi, korban bersama enam siswa lainnya dibariskan oleh SZ.
"Korban dipukul di bagian kening korban sebanyak lima kali," jelasnya.
Lalu, sekira pukul 18.00 WIB, korban mengeluhkan sakit pada bagian kepala kepada ibunya yang baru saja pulang dari ladang. Saat itu, ibu korban langsung memberikan obat sakit kepala.
Selang beberapa waktu, pada 27 Maret, korban kembali mengeluhkan bahwa sakit kepalanya semakin parah.
Pada saat itu, korban mengaku sudah tidak sanggup pergi ke sekolah. Kemudian, pada 29 Maret, korban mengalami demam tinggi sambil mengigau mengatakan bahwa SZ telah memukulnya hingga membuatnya sakit.
"Akibat perkataan tersebut, ibu korban curiga dan mencari tahu apa penyebab dari penyakit korban tersebut," ujar Dian.
Ibu dari korban juga mencari tahu penyebab sakit yang diderita anaknya dengan bertanya kepada teman-teman korban. Pada saat itu, teman-teman korban menceritakan bahwa korban telah dipukul oleh SZ saat sedang dibariskan.
Dian mengatakan bahwa pihaknya sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Jenazah korban juga akan diautopsi dan telah mendapat persetujuan dari keluarga korban.
"Kemarin sore jenazahnya dibawa dan disemayamkan sementara di RS Thomsen untuk selanjutnya dilakukan autopsi oleh tim kedokteran forensik dari Medan, paling lambat hari Kamis," pungkasnya.
Hukuman diberikan karena saat praktik kerja lapangan (PKL) di Kantor Camat Siduaori, YN dan beberapa siswa lainnya menolak permintaan seorang pegawai untuk mengangkat genset ke mobil.
Pegawai tersebut kemudian memberitahukan hal itu ke SZ.
Pada Sabtu (23/3/2024). YN bersama tujuh siswa lainnya yang PKL di kantor kecamatan, dikumpulkan oleh SZ. Di sanalah dugaan penganiayaan itu terjadi.
Diduga, mereka dipukul karena tidak mau angkat genset untuk dipindahkan ke mobil.
Rencananya, Kamis (18/4/2024), Tim forensik Polda Sumut akan tiba di Gunungsitoli untuk mengotopsi jenazah YN.
Sementara, SZ saat dihubungi tidak berkomentar banyak. Dia menyerahkan kasus tersebut untuk diproses hukum.
"Kalau memang itu benar, biarlah proses hukum yang berjalan," ujarnya, mengutip Tribun Medan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]