WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus pemberhentian Nur Aini (38), guru asal Bangil, Kabupaten Pasuruan, menyedot perhatian publik setelah pengakuannya tentang beratnya jarak tempuh mengajar menjadi viral di media sosial pada Senin (9/12/2025).
Curhatan yang semula memantik simpati luas itu justru berujung pahit, karena status Nur Aini sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) resmi dihentikan oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan.
Baca Juga:
Bupati Fakfak Tekankan Disiplin dan Tanggung Jawab ASN dan PPPK
Nur Aini sebelumnya tercatat bertugas sebagai guru di SDN II Mororejo, Kecamatan Tosari, kawasan pegunungan di lereng Gunung Bromo yang dikenal memiliki akses medan ekstrem.
Pemerintah Kabupaten Pasuruan menjatuhkan sanksi disiplin berat berupa pemberhentian tetap lantaran Nur Aini tercatat tidak melaksanakan kewajiban mengajar selama lebih dari 28 hari kerja tanpa keterangan sah.
Kepala Bidang Penilaian Kinerja Aparatur dan Penghargaan BKPSDM Kabupaten Pasuruan, Devi Nilambarsari, menegaskan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya mengacu pada regulasi disiplin ASN yang berlaku.
Baca Juga:
Dua PNS Kudus Adu Jotos Rebutan LC di Jam Kerja, Bupati Angkat Bicara
Di sisi lain, Nur Aini memiliki versi tersendiri mengenai peristiwa yang menimpanya, yang ia sampaikan melalui sebuah video yang beredar luas di media sosial.
Nama Nur Aini mencuat ke ruang publik setelah ia tampil dalam unggahan video di akun TikTok milik praktisi hukum Cak Sholeh.
Dalam percakapan tersebut, Nur Aini memaparkan rutinitas perjalanannya dari rumah di Bangil menuju sekolah di Tosari yang disebutnya menguras fisik, waktu, dan biaya.
"Di Bangil, Pak, 57 km, Pak. Setengah 6 pagi. Setengah 8 lebih, Pak. Inggih. Di sana masuknya jam 8, Pak. Iya. Kadang ojek Pak, kadang diantar suami," ujar Nur Aini menjelaskan kesehariannya kepada Cak Sholeh.
Jarak 57 kilometer sekali jalan itu berarti Nur Aini harus menempuh total perjalanan sekitar 114 kilometer pulang pergi setiap hari.
Kondisi geografis Tosari yang berupa jalur pegunungan curam memperberat tantangan perjalanan tersebut.
Sorotan terhadap beban ekonomi juga muncul dari Cak Sholeh yang menilai ongkos transportasi Nur Aini tidak sebanding dengan penghasilan seorang guru.
"Teman-teman, ini betul-betul perjuangan seorang guru. 57 kilo berarti setiap hari pulang pergi itu 100 kilo lebih. Gajinya enggak sepiro seorang guru ini. Kalau gojek per hari habis 135 ribu, gajinya nggak sampai 3 juta padahal. Iya, habis hanya untuk Gojek," ungkap Cak Sholeh dalam video yang telah ditonton ratusan ribu kali.
Dalam video yang sama, Nur Aini secara terbuka menyatakan bahwa tujuan ia membeberkan kisah tersebut adalah untuk memperoleh keadilan berupa mutasi kerja agar lebih dekat dengan tempat tinggalnya.
"Kulo ingin pindah ke Bangil, Pak, supaya dekat," kata Nur Aini menyampaikan harapannya.
Selain soal jarak, Nur Aini juga mengklaim adanya perlakuan tidak adil di lingkungan kerjanya.
Ia menuding data ketidakhadirannya direkayasa oleh pihak sekolah sehingga tercatat sebagai alfa.
"Karena absen saya itu dibolong-bolongi Pak, direkayasa sama kepala sekolah, sehingga absen saya alfa. Iya, Pak, dipanggil Inspektorat. Inggih, Pak," tutur Nur Aini menguraikan kronologi versinya.
Tuduhan tersebut kemudian menjadi salah satu dasar dilakukannya pemeriksaan oleh Inspektorat Kabupaten Pasuruan.
Meski narasi perjuangan jarak jauh itu viral dan menuai empati, BKPSDM Kabupaten Pasuruan menyatakan tetap berpegang pada hasil audit kehadiran.
Berdasarkan pemeriksaan, Nur Aini dinilai melanggar Pasal 4 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil terkait kewajiban masuk kerja.
Devi Nilambarsari menjelaskan bahwa ketentuan disiplin ASN menetapkan batas ketidakhadiran secara tegas.
“Seperti diketahui kategori pelanggaran berat bagi ASN yakni tidak masuk 10 hari berturut-turut tanpa alasan atau 28 hari komulatif dalam satu tahun. Sedangkan NA diketahui tidak masuk kerja tanpa alasan lebih dari batas itu,” terang Devi.
Ia menambahkan bahwa keputusan pemberhentian tetap tersebut juga telah melalui proses penilaian oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Pemerintah daerah mengklaim telah membuka ruang klarifikasi bagi Nur Aini sebelum sanksi dijatuhkan.
Namun, dua kali agenda klarifikasi yang dijadwalkan disebut tidak berjalan tuntas karena Nur Aini dinilai tidak kooperatif.
Pada pemanggilan kedua, Nur Aini dikabarkan meninggalkan ruangan dengan alasan ke toilet dan tidak kembali hingga proses klarifikasi dinyatakan gagal.
Akibat tidak selesainya proses tersebut, Surat Keputusan pemberhentian akhirnya diterbitkan oleh pemerintah daerah.
Karena tidak hadir saat pemanggilan penyampaian SK, petugas kemudian mengantarkan langsung surat pemberhentian itu ke kediaman Nur Aini di Bangil.
“Karena tidak hadir, SK tersebut disampaikan ke rumahnya, daerah Bangil,” jelas Devi.
Dengan terbitnya SK tersebut, Nur Aini resmi kehilangan statusnya sebagai ASN.
Kasus ini menjadi pelajaran keras bahwa kendala jarak dan beban personal, meskipun nyata dan manusiawi, tidak serta-merta menghapus kewajiban hukum seorang aparatur negara terhadap disiplin kerja.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]