WahanaNews.co, Jakarta - Aula Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (31/10/2025), menjadi pusat perhatian ratusan peserta dari berbagai Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang mengikuti sosialisasi Pedoman Manajemen Komunikasi Krisis Pemasyarakatan Terintegrasi atau Pasopati. Acara yang digelar Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia (Kemenimipas RI) ini berlangsung secara daring dan luring.
Kegiatan dibuka oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenimipas RI, didampingi Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Wachid Wibowo, serta pejabat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Biro Humas Kemenimipas. Dalam sambutannya, pimpinan Kemenimipas menegaskan bahwa Pasopati merupakan langkah strategis membangun sistem komunikasi publik yang tangguh dan kredibel di seluruh satuan kerja pemasyarakatan.
Baca Juga:
Gubernur Banten Teken Surat Resmi Kesediaan Jadi Tuan Rumah HPN 2026
"Krisis informasi bukan hanya soal kejadian, tapi juga persepsi publik. Komunikasi yang cepat, akurat, dan terkoordinasi menjadi penentu reputasi lembaga," ujar perwakilan pimpinan Kemenimipas.
Wachid Wibowo menambahkan, pedoman Pasopati dirancang untuk menghadapi potensi krisis dengan langkah komunikasi yang terukur dan terarah. "Krisis tidak bisa dihindari, tapi bisa dikelola. Kuncinya ada pada koordinasi dan satu suara. Itulah semangat Pasopati," jelasnya.
Pedoman ini memuat klasifikasi krisis, mekanisme pelaporan, hingga pembentukan Tim Komunikasi Krisis (TKK) di setiap Lapas dan Kanwil, dengan sistem juru bicara resmi agar tidak terjadi simpang siur informasi.
Baca Juga:
PWI Pusat Tegaskan Kepemimpinan Kesit Budi Handoyo di PWI Provinsi DKI Jakarta
Kolaborasi Pemerintah dan Pers
Dalam memperkaya perspektif, Kemenimipas menggandeng unsur pers dan akademisi, termasuk dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Ketua Umum PWI, Akhmad Munir, yang berhalangan hadir, diwakili oleh dua pengurus: Zarman Syah dari Sekolah Jurnalis Indonesia (SJI) dan Achmad Rizal dari Humas PWI Pusat.
Kolaborasi ini menjadi langkah penting memperkuat pemahaman antara lembaga pemerintah dan media dalam mengelola komunikasi publik di tengah arus informasi digital yang cepat.
Data, AI, dan Empati
Dalam sesi penutup, Zarman Syah memaparkan materi bertajuk "Jurnalisme Data dan Transformasi Komunikasi Publik di Era Digital." Ia menekankan bahwa kekuatan komunikasi publik di era digital tidak lagi sekadar kecepatan, melainkan keakuratan dan empati.
"AI dan jurnalisme data membantu memilah fakta dari hoaks. Tapi tanpa empati, komunikasi hanya jadi angka, bukan kepercayaan," ujar Zarman.
Menurutnya, prinsip jurnalisme data seharusnya juga diterapkan oleh aparatur pemerintah dalam mengelola krisis. "Setiap pernyataan publik harus diuji dengan data, disampaikan dengan empati, dan dijaga dengan integritas," tambahnya.
Literasi Media untuk Petugas Pemasyarakatan
Sementara itu, Achmad Rizal dari Humas PWI Pusat menyoroti pentingnya literasi media di lingkungan pemasyarakatan. Ia menilai, petugas Lapas kerap menjadi garda depan dalam menghadapi pemberitaan dan opini publik.
"Literasi media bukan pelengkap, tapi kebutuhan. Petugas harus tahu cara menghadapi opini dengan bijak dan proporsional," tegasnya.
Sinergi Multiunsur
Para akademisi dan narasumber dari organisasi pers nasional lainnya juga turut hadir, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor antara pemerintah dan media. Mereka menilai Pasopati sebagai tonggak reformasi komunikasi publik yang menempatkan transparansi dan kolaborasi sebagai fondasi utama.
"Krisis informasi hanya bisa diredam jika pemerintah dan media berbicara dengan bahasa yang sama, bahasa fakta," ujar salah satu akademisi.
Refleksi dan Harapan
Usai kegiatan, Zarman Syah mengaku terkesan dengan keterbukaan jajaran pemasyarakatan yang mulai membangun paradigma baru dalam berkomunikasi. "Kini pemerintah tidak lagi menutup diri. Mereka belajar dari jurnalis dan akademisi tentang bagaimana membangun kepercayaan publik melalui keterbukaan," ujarnya.
Ia menilai Pasopati sebagai angin segar dalam reformasi komunikasi publik di Indonesia. "Pedoman ini bukan sekadar protokol, tapi cermin perubahan budaya birokrasi menuju komunikasi yang lebih humanis, berbasis data, dan berlandaskan empati."
Kemenimipas berharap, penerapan Pasopati di seluruh unit pemasyarakatan akan memperkuat reputasi lembaga sekaligus membangun kepercayaan masyarakat.
"Krisis adalah ujian reputasi, dan reputasi hanya bisa dijaga dengan komunikasi yang jujur," pungkas Zarman.
[Redaktur: Alpredo]