Selain aspek kemanusiaan, Munir juga menyoroti kondisi industri media nasional yang dinilai berada dalam situasi krusial. Ia menilai negara perlu hadir untuk memastikan kebebasan pers, keberlanjutan usaha media, serta kemampuan beradaptasi menghadapi teknologi digital.
“Perlu intervensi negara untuk menyelamatkan pers Indonesia,” kata Munir.
Baca Juga:
PWI Pusat: Perlindungan Jurnalis dan Kepastian Hukum Jantung Reformasi Polri
Wakil Ketua Dewan Pers Totok Suryanto menambahkan, dominasi media sosial dan platform digital menjadi ancaman nyata bagi eksistensi media arus utama. Keterbatasan finansial membuat banyak media tak lagi mampu menempatkan koresponden di berbagai daerah.
“Kalau media sosial dilengkapi verifikasi, konfirmasi, dan kode etik, maka media mainstream akan semakin terdesak,” ujarnya.
Anggota Dewan Pakar PWI Pusat Wahyu Muryadi mengungkapkan, sejumlah media telah gulung tikar akibat tekanan platform digital. Meski intervensi negara bisa menjadi solusi, ia mengingatkan adanya risiko terhadap independensi media.
Baca Juga:
Ajak Bersinergi, Walikota Jakarta Timur Terima Kunjungan Pokja PWI Jakarta Timur
Sementara itu, Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat Agus Sudibyo menilai dominasi algoritma platform digital merupakan ancaman serius. Menurutnya, hingga kini upaya penyelesaian regulasi publisher rights masih menemui jalan buntu.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat Dhimam Abror mengingatkan agar insan pers tidak bersikap terlalu pesimistis. Ia menilai determinisme teknologi tidak selalu terbukti dalam sejarah media.
Pandangan serupa disampaikan anggota Dewan Pakar PWI Effendi Gazali dan budayawan Sujiwo Tejo. Keduanya menilai teknologi, termasuk AI dan algoritma, akan memunculkan keseimbangan baru dalam industri media, bukan semata menjadi ancaman.